Israel Sebut Kepemimpinan Baru Suriah 'Geng Teroris', Akui Waspada Terhadap HTS
Israel menyebut kepemimpinan baru Suriah sebagai geng teroris dan waspada terhadap HTS.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.com - Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyebut kepemimpinan baru Suriah sebagai "geng teroris".
Saar mengklaim banyak negara ingin mengakui pemerintahan baru Suriah untuk memulangkan para pengungsi Suriah.
Dikutip dari AP News, ia juga mengatakan Israel tengah waspada terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi Suriah yang kini menguasai negara tersebut.
Kedua hal itu menjadi alasan Israel menempatkan pasukannya di Suriah dengan dalih sebagai tindakan defensif dan bersifat sementara.
Pernyataan serupa juga telah disampaikan Saar sebelumnya pada akhir Desember 2024.
Dalam wawancaranya bersama Magazine yang dilansir Jerusalem Post, Saar mengatakan rezim di Damaskus "pada dasarnya adalah geng, bukan pemerintahan yang sah."
Baca juga: Prediksi Putin Terbukti, Israel Perkuat Kehadirannya di Suriah, Patroli Pakai Kendaraan Lapis Baja
"Daerah lain, seperti Idlib, dikuasai oleh kelompok-kelompok dengan ideologi ekstrem," lanjutnya.
Ia lantas menyebut realitas di Suriah saat ini belum stabil karena terpecah-pecah dan dipenuhi oleh faksi-faksi yang bersaing.
Saar, dalam kesempatan itu, juga membahas serangan Israel di Suriah pasca-runtuhnya rezim Bashar al-Assad.
Serangan itu dikatakan Saar sebagai langkah proaktif untuk melindungi keamanan Israel di tengah kekacauan di Suriah.
"Kami menyerang pasukan Assad karena khawatir senjata mereka akan jatuh ke kelompok ekstrem atau dijual di pasar gelap," ujar dia.
Diketahui, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memang telah memerintahkan pasukan Zionis untuk tetap berada di Suriah.
Ia bahkan secara terang-terangan menempatkan pasukan Israel di puncak Gunung Hermon yang masuk wilayah Suriah.
Dalam kunjungannya ke puncak Gunung Hermon pada 17 Desember 2024, Netanyahu menegaskan IDF akan tetap berada di puncak itu, sampai kesepakatan yang menjamin keselamatan Israel, bisa dibuat.
"Kami akan tetap tinggal, sampai ditemukan kesepakatan lain yang menjamin keamanan Israel," kata Netanyahu dalam kunjungannya ke puncak Gunung Hermon bersama Menteri Pertahanan, Israel Katz.
Katz, di kesempatan yang sama, memerintahkan militer Israel untuk segera memposisikan diri di puncak Gunung Hermon.
Ia juga meminta militer Israel untuk segera membangun benteng pertahanan, guna mengantisipasi kemungkinan tinggal dalam waktu lama di tempat tersebut.
"Puncak Hermon adalah mata negara Israel untuk mengidentifikasi musuh-musuh kami yang berada di dekat maupun jauh," ujar Katz.
Sementara itu, sehari sebelum kunjungan Netanyahu ke puncak Gunung Hermon, al-Julani menegaskan Suriah tak ingin menghadapi Israel dengan alasan fokus pada transisi pemerintahan.
Meski demikian, ia juga menegaskan tak akan membiarkan Suriah menjadi landasan serangan Israel maupun pihak lainnya.
Baca juga: Tuding Bos HTS Serigala Berbulu Domba, Pejabat Israel: Jangan Tertipu, Kita Tahu Sifat Asli Mereka
Israel Blokir Jalan Utama di Suriah Selatan
Baru-baru ini, pasukan Israel dilaporkan telah memblokir jalanan utama di Provinsi Quneitra di Suriah selatan.
ABC News melaporkan, pasukan Israel memblokir jalanan itu menggunakan tumpukan tanah, pohon palem yang ditumbangkan, dan tiang-tiang logam.
Di sisi seberang jalan yang diblokir, sebuah tank Israel tampak bermanuver di tengah jalan.
Sebelumnya, Israel sudah lebih dulu menguasai zona penyangga yang dijaga pasukan perdamaian PBB, Dataran Tinggi Golan.
Tapi, tak lama setelah rezim Bashar al-Assad jatuh, Israel mulai menyerang wilayah Suriah di luar zona penyangga.
Hal itu memicu protes dari warga setempat. Mereka mengatakan pasukan Israel telah menghancurkan rumah-rumah dan mencegah petani pergi ke ladang mereka di beberapa daerah.
Tak hanya itu, setidaknya dalam dua kesempatan, pasukan Israel juga dilaporkan menembaki pengunjuk rasa yang mendekati mereka.
Penduduk Quneitra mengaku frustrasi, baik karena keberadaan pasukan Israel maupun kurangnya tindakan dari otoritas baru Suriah dan masyarakat internasional.
Seorang penduduk, Rinata Fastas, mengatakan pasukan Israel telah menyerbut gedung-gedung pemerintahan setempat, tapi sejauh ini belum memasuki kawasan pemukiman.
Fastas mengaku khawatir pasukan Israel akan lebih maju, atau bahkan menduduki wilayah yang mereka rebut secara permanen.
Sebagai informasi, Israel hingga saat ini masih menguasai Dataran Tinggi Golan yang direbutnya dari Suriah selama Perang Timur Tengah tahun 1967 dan kemudian dianeksasi.
Masyarakat internasional, kecuali sekutu akrab Israel, Amerika Serikat (AS), menganggapnya sebagai wilayah yang diduduki.
Fastas memahami, Suriah - yang sekarang berusaha membangun lembaga-lembaga nasional dan militernya dari awal - bukanlah posisi yang tepat untuk menghadapi Israel secara militer.
Namun, ia mempertanyakan mengapa otoritas baru sama sekali tak mengambil langkah untuk mengamankan warga mereka.
"Tetapi, mengapa tidak ada seorang pun di negara Suriah baru yang berani berbicara tentang pelanggaran yang terjadi di Provinsi Quneitra dan pelanggaran terhadap hak-hak rakyatnya?" tanyanya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.