Mengenal Lebih Dekat Sosok di Balik Desain Minimalis Nokia X
Stefan Pannenbecker adalah otak di balik desain minimalis dengan laburan warna-warni candy nan eye catchy
Penulis: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, BARCELONA - Pembawaannya kalem, tenang, dan bicaranya terstruktur rapi. Karakter khas yang biasa dijumpai pria Inggris tulen. Itulah kesan pertama yang ditangkap tribunnews.com saat meluangkan waktu berbincang-bincang dengan Stefan Pannenbecker.
Dia adalah Head of Design Nokia. Posisi itu diduduki tepat 1 November 2013 menggantikan Marko Ahtisaari yang hengkang dari Nokia. ”Sebagai Head of Design Nokia, saya memimpin tim desain global Nokia,” ujarnya mengawali perbincangan di sela-sela ajang Mobile World Congress 2014 di Barcelona, Spanyol, Selasa (25/2/2014).
Mendesain sudah digelutinya sejak lulus dari Art Center College of Design (Eropa). Dengan keahliannya mendesain produk, Pannenbecker sudah melalang buana ke sejumlah negara. Sebut saja Denmark, Belanda, Hong Kong, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris.
Di Nokia, Pannenbecker bertanggung jawab terhadap semua produk Nokia. Dialah otak di balik desain minimalis dengan laburan warna-warni candy nan eye catchy yang menjadi identitas ponsel Nokia. Mulai dari feature phone seperti Asha, low entry smartphone, sampai flagship macam Nokia Lumia.
Ponsel Nokia Android yang berlabel Nokia X pun tak lepas dari tangan dinginnya. Bersama 11 orang, Pannenbecker bekerja hampir tiga bulan mendesain ponsel Android perdana Nokia.
Jauh sebelum memulai pekerjaan, dia terlebih dulu mengawalinya dengan riset mendalam perilaku orang berkomunikasi, apa yang mereka inginkan, dan apa yang mereka harapkan. Dengan begitu, semua desain yang dihasilkan akan relevan dengan keinginan user.
Lebih jauh lagi dia juga tak sekedar mendesain. Pria yang menetap di Inggris ini ikut mempertimbangkan pula material yang hendak dipilih. Pemilihan material yang tepat, menurut Pannenbecker, sangat berpengaruh terhadap hasil akhir sebuah desain produk.
Selain harus memiliki daya tahan yang mumpuni, penentuan sebuah material juga menyangkut dalam urusan biaya produksi dan kepastian pengadaannya dari industri komponen. Di sini juga terlihat betapa Pannenbecker mesti dituntut menguasai sifat-sifat material sebelum diaplikasikan ke sebuah produk.
Sebagai contoh, tengok saja keputusan Pannenbecker memilih material polycarbonat sebagai cangkang belakang Nokia X. Menurut pria yang bergabung di Nokia sejak 2007 ini, polycarbonat dinilai sebagai material yang kuat, murah, mudah dibentuk, tapi tetap berkesan mewah.
”Pewarnaan di casing Nokia X itu lewat proses injeksi ke dalam material, bukan proses pelapisan. Dengan cara injeksi ini, warna tidak akan mengelupas karena warna masuk sampai lapisan dalam material,” paparnya.
Pannenbecker juga punya alasan sendiri mengapa memilih warna-warna doff ketimbang glossy di permukaan cangkang Nokia X. ”Sebenernya ini terkait dengan ongkos produksi. Warna doff bisa menekan ongkos produksi ketimbang glossy. Karena jika memilih warna glossy, maka harus ada penambahan lapisan lagi di atasnya untuk melindungi warna agar tak mudah luntur,” jelasnya.
Urusan desain bukan sekadar tampilan eksteriornya saja. Pannenbecker juga mesti memikirkan desain jeroan Nokia X. Tata letak semua komponen wajib dipikirkan masak-masak. Sebut saja penempatan slot dual SIM, slot micro SD sampai lokasi baterai. ”Ketika Anda lihat daleman Nokia X, Anda akan lihat betapa rapinya komponen itu berada,” urainya.
Satu hal lagi, Pannenbecker paham warna adalah identitas. Itulah sebabnya kenapa dia menawarkan enam warna untuk membalut tubuh Nokia X. ”Kalau ditanya kenapa hanya enam warna saja, jawabnya karena ini menyangkut dengan biaya produksi. Saya pikir pilihan enam warna ini sudah cukup representatif,” pungkasnya seraya menambahkan cangkang Nokia X dapat digonta-ganti sesuai selera.