Teleskop Terbesar di Dunia Diklaim Mampu Lihat Alien
"Sensitifitas teleskop yang tinggi akan membantu kita mencari kehidupan cerdas di luar galaksi," katanya.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - China mulai mengoperasikan teleskop radio Five-hundred-meter Aperture Spherical Radio Telescope (FAST) pada Minggu (25/9/2016).
Teleskop tersebut kini menjadi yang terbesar di dunia, mengalahkan Arecibo Observatory di Puerto Rico yang beroperasi dengan dana National Science Foundation (NSF) Amerika Serikat.
Berada di antara dua tebing di kawasan pegunungan Guizhou, teleskop FAST dibangun dengan dana sekitar Rp 2,5 triliun.
Teleskop itu dua kali lebih sensitif dibanding Arecibo Observatory dan memiliki reflektor seluas 30 kali lapangan sepakbola.
Qian Lei, peneliti di National Astronomical Observation, China, mengatakan, teleskop itu dibangun untuk mengobservasi pulsar, bintang netron yang mini dan berputar sangat cepat, sisa-sisa dari peristiwa supernova.
Teleskop itu mampu mendeteksi pulsar pada jarak 12 triliun kilometer dari bumi.
Sementara itu, Wu Zianping, direktur jenderal Chinese Astronomical Society mengatakan, teleskop itu bisa mencari alien, jika ada.
"Sensitifitas teleskop yang tinggi akan membantu kita mencari kehidupan cerdas di luar galaksi," katanya.
Joseph Taylor, astronom dari Princeton University seperti dikutip Xinhua pada Minggu mengatakan, "Teleskop pastinya akan membangkitkan antusiasme, memotivasi orang menekuni sains, membuat China menjadi bagian penting dunia."
Sun Caihong yang membantu operasi teleksop tersebut mengatakan, FAST akan menjadi yang terbaik di dunia hingga 10 hingga 20 tahun ke depan.
Yan Jun, pimpinan NAO, mengungkapkan bahwa China akan membangun teleksop kelas dunia lain dalam 10 tahun ini.
Menyusul operasi teleskop ini, Wakil Perdana Menteri China, Liu Yandong, seperti dikutip Xinhua, Rabu (28/9/2016), meminta para ilmuwan di negaranya terbuka dengan kerjasama bersama ilmuwan lain.
Ia berharap teleskop itu akan membantu ilmuwan dari mana pun menemukan hal baru dalam astronomi dan keantariksaan.
Yunanto Wiji Utomo / Kompas.com