Januari Hingga Agustus Kekeringan 79.562 Ha (0,90%)
Kementan mencatat luas areal padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan sebesar 102.072 hektare
TRIBUNNEWS – Dalam menjaga produksi komoditi pangan strategis khususnya padi, Kementerian Pertanian (Kementan) intensif melakukan pemantauan perkembangan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), banjir dan kekeringan.
Pada tahun 2015 yakni Januari hingga Agustus, Kementan mencatat luas areal padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan seluas 102.072 hektare (ha).
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Dwi Iswari mengatakan pemantauan perkembangan serangan OPT, banjir, dan kekeringan tersebut melalui Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi seluruh Indonesia.
Luas puso padi pada periode Januari hingga Agustus 2015 tersebut lebih besar disebabkan karena kekeringan yakni seluas 79.562 ha atau 0,90% dari luas tanam 8.828.861 ha.
“Kondisi tersebut daerah terparahnya terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan yang puncaknya terjadi di bulan Juli,” kata Iswari.
Kemudian puso berikutnya, lanjut Iswari, yakni disebabkan karena banjir seluas 16.920 ha (0,19 ha dari luas tanam 8.828.861 ha) terutama terjadi Banten, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur yang puncaknya terjadi di bulan Februari.
“Sedangkan puso karena OPT seluas 5.591 ha (0,06% dari luas tanam 8.828.861 ha) kondisi terparahnya terjadi di Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur, puncaknya itu terjadi di bulan Juli,” ujar Iswari.
Pada musim kemarau (MK) yakni April-Agustus 2015, Iswari menjelaskan, luas areal padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan seluas 88.575 ha atau 1,74% dari luas tanam 5.092.848 ha.
Luas puso tertinggi pada periode tersebut disebabkan karena kekeringan seluas 79.465 ha (1,56% dari luas tanam 5.092.848 ha) terutama terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan yang puncaknya terjadi di bulan Juli.
“Puso berikutnya disebabkan karena OPT seluas 5.367 ha atau 0,11 persen dari luas tanam 5.092.848 hektar terumata terjadi di Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur yang puncaknya terjadi di bulan Juli,” jelas Iswari.
Sedangkan puso karena banjir hanya 3.743 ha (0,07% dari luas tanam 5.092.848 ha) terutama terjadi di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Puso tertingginya terjadi pada bulan Juni.
Sementara itu, pada musim hujan (MH) 2014/2015 (Oktober-Maret), luas areal padi yang mengalami puso karena serangan OPT, banjir dan kekeringan seluas 40.627 ha atau 0,50% dari luas tanam 8.186.545 ha.
Luas puso tertinggi pada periode tersebut disebabkan karena banjir seluas 34.222 ha (0,42% dari luas tanam 8.186.545 ha). Kemudian puso disebabkan karena kekeringan seluas 5.929 ha (0,07 dari luas tanam 8.186.545 ha).
“Tekakhir, puso disebabkan karena OPT seluas 476 hektar atau 0,01 persen dari luas tanam 8.186.545 hektar,” ungkap Iswari.
Sebagai pembanding, luas areal padi terkena puso karena OPT, banjir dan kekeringan tahun 2014 (Januari-Desember) yakni seluas 178.892 ha atau 1,32% dari luas tanam 13.569.481 ha). Luas puso tertinggi pada periode tersebut disebabkan karena banjir seluas 141.045 ha.
“Selanjutnya puso disebabkan karena kekeringan seluas 35.423 ha dan puso karena OPT seluas 2.424 ha,” tambah Iswari.
Untuk itu, Iswari menjelaskan, upaya yang telah dilakukan Kementan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banji serta kekeringan.
Pertama, Kementan melakukan pengendalian OPT utama pada tanaman padi seluas 744.701 ha. Kedua, merealisasikan pelaksanaan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) skala luas tanaman padi melalui penggunaan dana APBN sebanyak 82 unit (2.050 ha) mencapai 57,75 % dari rencana 142 unit (3.550 ha).
“Ketiga, Kementan juga merealisasikan pelaksanaan Penerapan PHT skala luas tanaman padi melalui penggunaan dana APBN-P sebanyak 68 unit yakni 2.050 hektar mencapai 20,92 persen dari rencana 325 unit yakni sebesar 8.125 hektar,” tutur Iswari
Keempat, Kementan juga terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait serta melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap perkembangan luas serangan OPT, banjir dan kekeringan.
Kelima, Kementan terus melakukan penyerahan Cadangan Benih Nasional (CBN). (advertorial)