Kementerian ATR/BPN, UGM dan MRT Berkolaborasi Wujudkan 3D Kadaster
Kadaster pada beberapa literatur disebutkan sebagai sistem informasi pertanahan berbasis persil yang berisi informasi terkini tentang segala kepenting
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kadaster pada beberapa literatur disebutkan sebagai sistem informasi pertanahan berbasis persil yang berisi informasi terkini tentang segala kepentingan yang terkait dengan tanah, seperti hak atas tanah, batasan-batasan dan tanggung-jawab yang harus dipenuhi dalam pemilikan dan pengelolaan tanah. Di Indonesia saat ini masih menggunakan sistem kadaster dua dimensi (2D).
Namun, ke depan sistem kadaster 2D ini harus berkembang menjadi system kadaster tiga dimensi (3D) karena terbatasnya jumlah tanah dan kebutuhan atas tanah yang cenderung tak terbatas menyebabkan orientasi pembangunan yang dulunya horizontal saat ini mengarah menjadi vertikal.
Kadaster 3D merupakan sistem kadaster yang melakukan pendaftaran dan memberikan gambaran pada hak/kewenangan serta batasan-batasan, tidak hanya pada persil tanah, tetapi juga pada unit tiga dimensi.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai pemegang mandat pendaftaran tanah mempunyai peran penting dalam transformasi sistem kadaster ini.
Oleh karena itu Kementerian ATR/BPN bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) dan PT MRT Jakarta bekerja sama untuk mewujudkan 3D Kadaster di Indonesia. Kamis (5/3/2020) tiga pihak tersebut telah melakukan Kick of Meeting Pilot Project 3D Cadastre di Kantor PT MRT Jakarta, Ruang Rapat Utama Lt. 22 Wisma Nusantara, Jalan MH Thamrin 59, Jakarta Pusat.
Delegasi Kementerian ATR/BPN pada kesempatan ini dipimpin oleh Kepala Sub Direktorat Pemetaan Kadastral Nurhidayat Agam, S.T., UGM dipimpin oleh Dr. Trias Aditya, serta dari PT MRT Jakarta diwakili oleh Kepala Divisi Engineering Weni Maulina. Bahasan utama dalam rapat ini adalah pentingnya 3D Kadaster, konsep hak di atas tanah serta di bawah tanah, proyek kolaborasi, dasar hukum 3D kadaster, serta permasalahan dan tantangan kedepan.
Permasalahan pelaksanaan 3D Kadaster di Indonesia diantaranya adalah belum adanya dasar hukum. Saat ini sedang di rancang peraturan tentang pemberian hak untuk ruang atas dan bawah tanah, Hak Guna Ruang telah masuk ke rancangan Omnimbus Law yang tengah dibahas pemerintah bersama DPR.
Diperlukan juga pengkajian pada obyek-obyek eksisting yang saat ini mempunyai hak berlapis. Selain itu, diperlukan juga pengkajian ulang ruang bawah tanah, sehingga infrastruktur yang sedang direncanakan tidak bentrok dengan infrastruktur yang sudah ada.
Pilot Project 3D Kadaster di Indonesia telah dilakukan sebelumnya namun belum melibatkan user. Keterlibatan PT MRT Jakarta sebagai user diharapkan dapat membantu menyampaikan fakta-fakta empiris sebagai dasar terbitnya hak ruang atas dan bawah tanah. Survei lapangan terkait 3D Kadaster telah dilakukan di stasiun MRT Bundaran HI dan stasiun MRT Blok M yang sudah terkoneksi dengan Blok M Plaza.
Pada pembangunan MRT Fase 1 (Lebak Bulus-Bundaran HI) hampir tidak ada masalah, diharapkan pilot project ini dapat menjadi persiapan pembangunan Fase 2 (Bundaran HI-Kota) yang saat ini tengah PT MRT Jakarta mulai kerjakan.
Diharapkan dengan pilot project ini, selain memberikan dampak positif bagi pembangunan fase 2, dapat juga menjadi pemicu pemberian kepastian hukum bagi pembangunan-pembangunan infrastruktur lainnya. (*)
Jangan lewatkan berita Kementerian ATR/BPN lainnya dengan klik link ini.