Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik Malah Batasi Akses Obat Murah dan Terjangkau

Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang penting itu seharusnya bisa menjadi kekuatan untuk memperbaiki

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik Malah Batasi Akses Obat Murah dan Terjangkau
istimewa
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM - Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang penting itu seharusnya bisa menjadi kekuatan untuk memperbaiki kondisi kesehatan bagi lebih dari setengah miliar orang di dua belas negara yang terpengaruh oleh pakta tersebut, namun para negosiator justru mengarah untuk memfinalkan sebuah perjanjian yang akan membatasi akses terhadap obat-obatan yang terjangkau dan membatasi kemampuan pemerintah untuk melindungi kesehatan warga negara mereka, demikian Médecins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF) memperingatkan.

“Meski sudah lebih dari 18 bulan para mitra dagang menyuarakan oposisi yang keras, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menolak untuk mundur dari tuntutannya tentang peraturan kekayaan intelektual yang dirancang untuk menghambat akses yang tepat waktu terhadap obat-obatan generik,” kata Leena Meghaney, Manajer Kampanye Akses MSF yang menghadiri negosiasi.

 “AS berkeinginan menghambat pemerintah negara berkembang yang berupaya mengendalikan penyalahgunaan paten atau membatasi waktu paten obat-obatan sesuai periode yang disepakati secara internasional, yaitu 20 tahun. Upaya-upaya ini adalah penyangkalan dari komitmen pemerintah AS sebelumnya untuk menyeimbangkan kepentingan komersial farmasi dengan kepentingan kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang.”

Pada perundingan negosiasi yang ke-19 ini, AS mungkin mengerahkan upaya lebih dengan tuntutan baru “eksklusivitas data” 12 tahun perlindungan untuk obat biologis, golongan produk yang mencakup banyak obat penyelamat nyawa yang digunakan untuk mengobati kondisi seperti diabetes, kanker, dan hepatitis C. Eksklusivitas data memberi hak monopoli obat kepada perusahaan dengan membatasi penggunaan data percobaan klinis oleh regulator obat-obatan pada saat meloloskan obat generik atau versi obat atau vaksin yang “biosimilar” atau obat produk biologis. Eksklusivitas data menciptakan hambatan baru menyerupai paten dalam mengakses obat-obatan dan vaksin, bahkan ketika obat-obatan ini tidak dilindungi oleh paten.

Karena data dikunci, kompetitor dengan versi obat yang lebih terjangkau akan terpaksa mengulangi percobaan klinis agar mendapatkan persetujuan – sebuah langkah yang mahal dan tidak etis, karena keamanan dan efektivitasnya sudah dipastikan oleh perusahaan awal yang menciptakan obat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga PBB lainnya telah memperingatkan negara-negara untuk tidak mengimplementasikan eksklusivitas data karena dampaknya yang merugikan terhadap akses obat-obatan. Di samping itu, tuntutan dua belas tahun akan bertentangan dengan proposal dalam negeri Obama sendiri, yang akan mempersingkat eksklusivitas obat biologis di AS menjadi tujuh tahun.

“Kemenangan baru-baru ini bagi para pasien di India tidak akan mungkin tercapai jika eksklusivitas data tentang obat-obatan diterapkan, karena hal itu dapat menghambat versi terjangkau obat biologis yang harganya luar biasa mahal seperti  trastumuzab dan pegylated interferon selama bertahun-tahun ke depan, bahkan ketika paten sudah dicabut secara legal, sudah kedaluwarsa, atau dalam kasus-kasus di mana lisensi wajib sudah diterbitkan,” kata Menghaney. 

Proposal AS menunjukkan standar kekayaan intelektual paling agresif yang pernah ada dalam perjanjian dagang dengan negara berkembang. Sebagai contoh, negara-negara TPP akan terikat untuk memberikan paten untuk penggunaan baru, bentuk baru, dan formulasi baru obat yang ada saat ini, secara efektif melakukan peremajaan atau ‘evergreening’ monopoli paten farmasi selama lebih dari 20 tahun. Praktik pemberian paten kedua kali atau berulang kali tidak berkontribusi pada pengembangan obat-obatan baru, sebaliknya justru membatasi akses terhadap obat yang sudah ada dan sudah diketahui.

Berita Rekomendasi

Pemerintah punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa perjanjian TPP final tidak memperburuk kegagalan sistem riset dan pengembangan medis untuk menghasilkan obat-obatan dengan harga terjangkau yang menjawab kebutuhan negara-negara berkembang. Saat tekanan memuncak dalam finalisasi pakta TPP menjelang sidang APEC bulan Oktober, MSF mendesak negara-negara untuk berdiri dengan kokoh dan menolak peraturan membahayakan yang membatasi akses terhadap obat-obatan. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas