Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Produk Farmasi Harus Dipisahkan dari Makanan dalam RUU Jaminan Produk Halal

Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi menyatakan, produk farmasi seperti obat dan vaksin tak bisa disertifikatkan halal.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Produk Farmasi Harus Dipisahkan dari Makanan dalam RUU Jaminan Produk Halal
IST
Menkes Nafsiah Mboi (tengah). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan tetap meminta agar produk farmasi dipisahkan dari makanan dan minuman dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).

Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi menyatakan, produk farmasi seperti obat dan vaksin memang tak bisa disertifikatkan halal.

"Contohnya soal vaksin. Memang bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisatornya yang mengandung unsur babi. Jika dinilai kehalalannya, tentu ini tidak halal," ujar Nafsiah di Jakarta akhir pekan lalu.

Jika vaksin itu dibutuhkan secara mendesak maka tidak boleh digunakan pada tubuh manusia karena tidak mempunyai sertifikat halal.

Ia mencontohkan, bagaimana jika seorang yang berhaji terkena influenza. Karena obatnya mengandung babi, kemudian orang tersebut tak bisa mengobati penyakit tersebut. "Itulah, kita berharap sebaiknya dipisahkan," katanya.

Kemenkes sendiri mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU ini. "Tidak (dilibatkan)," tutur Nafsiah.

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Muhammad Baghowi menjelaskan hal yang menjadi hambatan RUU ini segera diundangkan. "Sebenarnya, DPR setuju dengan RUU ini. Tapi poin-poin yang ada di dalam draft RUU yang membuatnya alot," ujar dia.

Berita Rekomendasi

Poin itu adalah terkait wajib tidaknya aturan ini diterapkan nantinya. "MUI minta ini mandatori (wajib), sementara DPR sudah mulai mengarahkan pada voluntary (sukarela). Tapi bagaimana dengan pengusaha kecil," tuturnya.

Karena jika aturan ini menjadi mandatori, maka tidak ada yang dibedakan. Entah itu pengusaha besar atau pengusaha kecil. Selain itu, DPR masih membahas tentang siapa yang akan memegang wewenang atas sertifikasi itu.

"Sebagai umat Islam, saya setuju apa yang saya gunakan untuk tubuh itu harus halal. Tapi sebagai orang yang bernegara, saya tidak setuju karena nanti agama lain akan meminta hak yang sama seperti Islam," imbuhnya.

Ia mencontohkan, bagaimana jika nanti masyarakat Bali yang notabene bergama Hindu meminta DPR membuat aturan yang melarang masyarakat memakai suatu produk yang mengandung unsur sapi.

Lalu, Baghowi juga menyinggung masalah infrastruktur lembaga penjamin produk halal (LPH), jika RUU ini disahkan. Karena LPH tidak bisa jika hanya terdapat di Jakarta saja.

"Indonesia punya 33 Provinsi dan 491 Kabupaten atau Kota. Itu semua harus dibangun lembaganya. Butuh tanah, dan berapa sekarang harga tanah. Kemudian dikalikan dengan jumlah Provinsi dan Kabupaten atau kota tadi. Apa negara punya uang sebanyak itu?," katanya.

Eko Sutriyanto

Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas