Lari Saat Mengandung, Aman atau Tidak?
Tak lama setelah sampai di garis finis, Amber langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani persalinan.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Amber Miller ikut dalam Chicago Marathon Oktober tahun lalu. Berbeda dari peserta lainnya, Amber tengah berbadan dua. Usia kandungannya 39 minggu.
Tak lama setelah sampai di garis finis, Amber langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani persalinan.
Kendati keikutsertaannya itu diaggap sebagai tindakan yang ceroboh, rupanya anggapan bahwa berbahaya bagi perempuan hamil untuk berlari tidak sepenuh benar.
"Saya menyadari begitu banyak stigma. Ternyata dunia sangat acuh tentang perempuan hamil dan olahraga," ujar atlet Olimpiade Alysia Montano yang ikut berlari dalam USATF championship California sejauh 800 meter. Kendati berada di urutan terakhir yang mencapai garis finis, ia merasa bangga dapat menyelesaikannya dengan kondisi berbadan dua.
"Sejujurnya, berlari sangat baik bagi ibu dan si jabang bayi," katanya seperti dikutip Tribunnews.com dari MedicalDaily.com.
Dr. Francis Chang dari Good Samaritan Hospital mengatakan melakukan olahraga lari ketika hamil bukanlah masalah selama tubuh memang sudah terbiasa.
"Kami menganjurkan kepada ibu hamil lakukan olahraga apapun yang biasa mereka lakukan sebelum hamil, tentunya di level yang sama. Yang saya takutkan hanyalah trauma langsung atau terjatuh," jelasnya.
Senada dengan Francis, dr. Sheeva Talebian, ahli maternal, mengatakan berlari aman bagi perempuan hamil di trisemester berapapun.
"Anda tidak boleh lari jika punya riwayat darah tinggi atau multiple gestation," ujarnya kepada Women’s Running.
Kendati aman, dokter tetap mengingatkan perempuan hamil untuk tetap waspada terhadap kemungkinan dehidrasi dan rasa panas yang berlebih terutama di semester pertama.
Di luar itu, jika dilakukan dengan aman, berlari dapat memberikan manfaat maksimal bagi kesehatan ibu dan bayi.
"Kesehatan jantung, menurunkan level stres, menjaga berat badan dan tekanan darah. Sebagai tambahan, perempuan yang berolahraga cenderung memiliki risiko lebih kecil mengalami diabetes dan preeklampsia," ujar Sheeva.