Obat Hepatitis C Mahal, Pemerintah Diminta Turun Tangan
Saat ini, diperkirakan ada lebih dari 7 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis C.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhatian pemerintah terhadap penderita hepatitis C masih sangat rendah. Saat ini, diperkirakan ada lebih dari 7 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis C.
Rendahkan kesadaran orang untuk tes hepatitis C menjadi penyebab penyakit ini bisa
mematikan. Kerap kali pengidap hepatitis C mengetahui dirinya terinfeksi ketika kondisi organ hati sudah Sirosis atau radang pengeras hati. Jadi ini menyulitkan upaya penyembuhan.
Aditya Wardhana, Juru Bicara Koalisi Obat Murah mengatakan ketidakadaan obat yang tinggi kasiatnya menjadi tantangan besar sehingga banyak pasien Hepatitis C tidak tertolong.
Menurut Aditya, obat yang selama ini tersedia di Indonesia hanya dari golongan Pegylated Interferon dengan kombinasi Ribavirin untuk beberapa jenis virus hepatitis C tertentu maka tingkat kesuksesannya cukup rendah.
"Obat jenis ini penggunaannya disuntik seminggu sekali. Selain tingkat kesuksesan cukup rendah ada juga efek sampingnya seperti rambut rontok, depresi, imunitas menurun, sakit kepala mulai dari tingkat ringan sampai sangat berat," katanya, Minggu (20/6/2015).
Namun di tahun 2013 lalu, Biro Pengawasan Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengeluarkan izin edar obat jenis baru bagi pengobatan Hepatitis C yaitu dari jenis Direct Acting Antiviral. Obat ini nama generiknya adalah Sofosbufir.
Obat ini, berdasarkan studi klinis, menunjukan tingkat kesuksesan yang sangat tinggi guna mengobati pasien Hepatiitis C. Bahkan bagi pasien yang sudah dalam tahap sirosis.
Obat yang cara penggunaannya dengan ditelan oral juga terbukti memiliki tingkat efek samping yang minim bagi pasien yang mengkonsumsinya.
Kini, obat ini menjadi harapan baru bagi jutaan penduduk dunia dan juga 7 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis C.
Sayangnya, pemilik patent obat Sofosbufir yaitu perusahaan Gilead, menetapkan harga jual obat ini untuk total periode penuh pengobatan yang memakan waktu selama 24 minggu sebesar US$ 86.000 (sekitar 1,1 Miliar rupiah dengan kurs 1US$ = 13.000).
"Kemanjuran obat ini, serta harapan yang ditimbulkan di hati setiap pengidap Hepatitis C menjadi sirna dengan mahalnya harga obat ini. Mahalnya harga obat ini menjadi “mesin pembunuh” bagi para pengidap hepatitis C di seluruh dunia," tegas Aditya.
Diutarakan Aditya, beberapa upaya untuk menegosiasikan harga obat telah berjalan. Sampai saat ini yang berhasil melakukannya adalah negara Mesir, India serta Pakistan.
Harga jual versi generik obat Sofosbufir di tiga negara ini berkisar antara US$ 200 – US$ 300 / botol / bulan sehingga untuk total periode penuh pengobatan selama 6 bulan dibutuhkan biaya US 1200 (sekitar 15,6 juta rupiah dengan kurs US$ 1 = Rp 13.000).
Langkah pemerintah di ketiga negara ini untuk menegosiasikan harga sayangnya tidak diikuti oleh Pemerintah Indonesia. Menurutnya, negosiasi harga ditambah dengan percepatan proses pendaftaran di BPOM menjadi kunci penting guna menyelamatkan kematian jutaan nyawa rakyat Indonesia akibat infeksi Hepatitis C.
"Obat ini sudah selayaknya dipertimbangkan untuk dipercapat proses pendaftarannya serta untuk dimasukan ke Formularium Nasional," tuturnya.
Untuk itu, Koalisi Obat Murah (KOM) meminta pemerintah serius dan segera melakukan tindakan yakni mempercepat proses registrasi di BPOM karena obat ini termasuk golongan life-saving.
Termasuk pemerintah juga diminta segera memfinalkan negosiasi harga dengan perusahaan obat yang memproduksi obat Sofosbufir ini dengan menggunakan acuan harga di Mesir, Pakistan serta India.
"Terakhir KOM meminta kepada pemerintah untuk memasukan obat Sofosbufir ini kedalam Formularium Nasional. Sudah sepantasnya pemerintahan Jokowi memperlakukan akses kepada obat murah sabagai salah satu prioritas kesehatan guna mencapai Nawacita," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.