Penelitian YLKI Tidak Relevan Soal Pembalut Berklorin
"Penelitian yang kami gunakan berdasar US FDA Guidance, residu chlorin pada pembalut wanita masih diperbolehkan."
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, mengatakan penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai pembalut bermasalah tidak relevan.
Menurut dia penelitian yang dipublikasikan YLKI merupakan residu dari sisa pemutihan di pembalut wanita. Sedangkan, berdasarkan penelitian di Kemenkes, residu chlorin masih diperbolehkan untuk memutihkan pembalut wanita.
"Penelitian yang kami gunakan berdasar US FDA Guidance, residu chlorin pada pembalut wanita masih diperbolehkan. Metode tersebut dinyatakan bebas dioksin," ujar Maura saat jumpa pers di Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (8/7/2015).
Ia memastikan seluruh pembalut dan pantyliner yang sudah beredar di pasaran memenuhi persyaratan SNI 16-6363-2000 tentang pembalut wanita yakni daya serap minimal 10 kali dari bobot awal dan tidak berflouresensi kuat.
"Sewaktu kami keluarkan izin edar, semua pembalut dan pantyliner tersebut sudah memenuhi persyaratan dari segi keamanan, mutu dan segi pemanfaatannya," tambah Maura
YLKI kemarin menyatakan sembilan pembalut mengandung klorin yakni merek Charm (54,73 ppm/parts per million), Nina Anion (39,2 ppm), My Lady (24,44 ppm), VClass Ultra (17,74 ppm), Kotex (8,23 ppm), Hers Protex (7,93 ppm), Laurier (7,77 ppm), Softex (7,3 ppm), dan Softness Standar Jumbo Pack (6,05 ppm).
Untuk pentyliner, yaitu V Class (14,68 ppm), Pure Style (10,22 ppm), My Lady (9,76 ppm), Kotex Fresh Liners (9,66 ppm), Softness Panty Shields (9 ppm), CarFree Superdry. (7,58 ppm), dan Laurier Active Fit (5,87 ppm).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.