Hasil Penelitian: Pendam Rasa Marah Picu Serangan Jantung
Ternyata, kemarahan dan sikap negatif yang dipendam lama justru akan meningkatkan stres pada sistem kardiovaskular.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, para ilmuwan di Swedia meneliti 2.755 karyawan laki-laki di kota Stockholm.
Hasilnya, orang-orang yang tidak secara terbuka mengungkapkan kemarahannya saat diperlakukan tidak adil di tempat kerja, bakal berisiko dua kali lipat terkena serangan jantung.
Wow, ini membalikkan paradigma saya bahwa kemarahan mesti dipendam dan disimpan.
Ternyata, kemarahan dan sikap negatif yang dipendam lama justru akan meningkatkan stres pada sistem kardiovaskular.
Maka, emosi negatif mesti disalurkan demi kesehatan jiwa dan raga.
Tentunya, untuk menyalurkan amarah ada seninya. Tidak bisa setiap saat kita boleh meledakkannya. Sesekali marah boleh namun mesti ingat waktunya kapan, dengan siapa, dan seberapa besar boleh “diledakkan”.
Pada 2003, ada film Hollywood yang mengangkat tema ini dengan judul Anger Management, dibintangi Adam Sandler dan Jack Nicholson. Untuk kali ini, Intisari mengangkatnya sebagai tema rubrik Sorotan dengan judul “Marah Boleh Asal Tidak Destruktif.”
Manajemen emosi dan kemarahan ini kelihatannya sepele tapi sebenarnya sangat penting. Kali ini korelasinya dengan penyakit stroke. Ada sekitar 12 juta penduduk Indonesia berusia 35-an berpotensi terserang stroke.
Selain karena faktor genetik dan gaya hidup, penyebabnya lainnya adalah ketidakmampuan mengelola stres dengan baik. Misalnya sering marah-marah berlebihan dan ambisius dalam mengejar target. Silakan baca artikelnya di rubrik Healty Life yang berjudul “Muda Dan Tempramen? Stroke Akibatnya.”
Ada begitu banyak seni mengelola kemarahan. Tapi ada satu yang selalu saya ingat yakni sebuah ujar-ujar, “Jangan pernah mengambil putusan saat marah. Sebab apa yang dimulai dengan kemarahan akan berakhir dengan rasa malu.”