Harga Rokok Akan Naik, Banyak yang Beralih ke Rokok Elektronik, Kemenkes Bilang Bahaya
Kini, banyak orang menghilangkan kebiasaan memakai rokok konvensional menggantinya dengan elektronik.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kini, banyak orang menghilangkan kebiasaan memakai rokok konvensional menggantinya dengan elektronik.
Di kalangan anak muda penggunaan roko elektronik atau Personal Vaporezer (PV) itu kian marak.
Apalagi setelah muncul wacana akan adanya kenaikan harga rokok hingga mencapai RP 50 ribu per bungkus.
Doddy Izwardi dari Ditjen Kesehatan Masyarkat, Kemenkes mengatakan pergantian konsumsi dari rokok konvensional ke rokok eletronik sangatlah tidak tepat.
Menurutnya dalam rokok elektronik pun terdapat zat adiktif yang tidak baik untuk tubuh.
"Penggantian apapun dari sisi kesehatan tidak baik. Karena dalam cairannya bisa di isi apapun," ujarnya dalam acara Talk Show & Peluncuran PSA Pengendalian Tembakau “Rokok Merusak Tubuhmu" di Kementerian Kesehatan, Jakarta, (2/9/2016).
Menurutnya yang paling baik menghilangkan kebiasaan merokok adalah dengan berhenti total.
Bukan dengan menggantinya dengan rokok lain meskipun bahan dasarnya bukan tembakau.
"Yang paling baik menghentikan kebiasan merokok bukan dengan kita mencari alternatif lain yang sama-sama berasap, itu juga tidak baik. Adanya zat adiktif sangat tidak baik," paparnya.
Hal senada diungkapkan Wakil Kepala Lembaga Demografis Universitas Indonesia, Dr Abdillah Ahsan.
Ia mengatakan tidak akan ada pengaruh signifikan bila seseorang berhenti merokok dengan cara beralih ke rokok elektronik.
Bahkan sama halnya seperti Rokok konvensional di negara lain rokok elektronik juga dibatasi bahkan dilarang.
"Di negara lain bahkan penggunaan rokok elektronik sudah dilarang," katanya.
Menurutnya ke depan pemerintah mesti segera membuat aturan untuk mengendalikan peredaran rokok elektronik.
Jangan sampai nantinya program pengendalian tembakau membuat orang beralih menggunakan rokok elektronik.
"Setelah rokok konvensional ini bisa dikendalikan, dan kemudian muncul penggantinya ya sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijkan sebelum hal itu terjadi. Mungkin Kemenkes bisa menginisiasi gimana mengendalikan rokok-rokok alternatif, vape, shissa, dan sebagainya," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.