Awasi Anak Kita! Jangan Lakukan Skip Challenge, Bahayanya Bisa Merusak Otak Secara Permanen
Pingsan atau pass out terjadi akibat aliran darah dan oksigen ke otak terhenti oleh tekanan tadi. Efeknya tentulah sangat berbahaya.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Orangtua dikejutkan oleh beredarnya foto-foto dan link video remaja melakukan skip challenge.
Foto dan video ini menyebar di sejumlah grup WhatsApp dari berbagai sekolah, mulai TK sampai SMU.
Tantangan yang juga disebut pass out challenge ini dikembangkan dari permainan choking challenge yang videonya lebih dulu viral di sosial media.
Main jahil-jahilan atau prank memang disukai anak-anak dan remaja karena bisa menyegarkan suasana dan mempererat pertemanan.
Namun, tak sedikit yang melakukan itu tanpa tahu batas-batas dan risikonya.
Akibat fatal dari permainan itu di antaranya dialami oleh anak periang bernama Da'Vorious (Chi Chi) Gray, (11) asal South Carolina, AS pada 21 Maret 2016. Anak kelas 6 SD ini ditemukan sekarat di kamar mandi rumahnya setelah melakukan pass out challenge yang diduga terinspirasi oleh video choking challenge yang ditontonnya (nydailynews.com).
Chi Chi akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Sebelumnya, pada 20 April 2010, Erik Robinson (12) dari Santa Monica, California, AS mengalami henti jantung total akibat tali yang mencekik lehernya.
Saat tercekik dan pingsan, yang sebetulnya terjadi adalah otaknya kekurangan suplai darah serta oksigen.
Sebetulnya, kondisi Itulah yang menjadi tujuan permainan choking challenge.
Naasnya, saat itu Erik sedang sendirian di rumah sehingga tidak ada yang menolongnya ketika tali di leher tak bisa terurai. Dua hari setelah dirawat di rumah sakit, Erik dinyatakan meninggal dunia (cbsnews.com).
Kerusakan Otak Permanen
Menurut laporan Yayasan The Dangerous Behaviours, pemantau perilaku berbahaya dari permainan choking game, sudah banyak anak praremaja dan remaja yang mati sia-sia akibat permainan sensasional ini.
Sensasi didapat dari berhentinya aliran darah dan oksigen ke otak sehingga menyebabkan efek high atau keleyengan sesaat.
"Memang benar yang diinginkan adalah efek keleyengan," kata spesialis anestesi, dr. Aryati W. Partodimulyo, SpAn.
"Orang lain melihatnya anak ini pingsan dan kejang. Sebetulnya, kejadian itu sama seperti kalau kita mau pingsan betulan; mata berkunang-kunang dan gelap, kepala terasa berat dan berputar. Namun, karena dalam permainan ini si pelaku sudah siap pingsan, maka rasanya jadi enak. Seperti orang yang mau naik roller coaster saja. Sebetulnya, kan, dijungkirbalik di roller coaster tidak enak, tapi karena kita sudah siap, rasanya jadi beda... jadi enak... dan sensasi petualangan itulah yang dicari."
Seperti bisa dilihat di video-video yang beredar saat ini, di sekolah anak-anak melakukan #skipchallenge atau #passoutchallenge sambil bercanda dengan cara menekan dada temannya sekuat tenaga hingga pingsan.
Pingsan atau pass out terjadi akibat aliran darah dan oksigen ke otak terhenti oleh tekanan tadi. Efeknya tentulah sangat berbahaya.
"Kejadian otak kekurangan oksigen atau hipoksia, jika berlangsung lebih dari 4 menit bisa menimbulkan kerusakan otak permanen hingga kematian," kata Aryati mewanti-wanti.
"Jikapun anak tetap hidup dengan otak yang rusak atau infark, ia akan mengalami kelumpuhan seperti orang stroke."
Ironisnya, anak-anak seperti mengabaikan fakta bahwa korban sudah berjatuhan. Tidak heran, beredarnya kumpulan video #skipchallenge atau #passoutchallenge di sekolah langsung membuat heboh dunia pendidikan.
Para orangtua dan guru langsung pasang kuda-kuda untuk melakukan pengawasan lebih melekat.
Ditambah lagi sudah ada penyataan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek yang menyatakan #skipchallenge atau #passoutchallenge berbahaya sehingga harus dihentikan.