Kanker Serviks Seperti Dialami Artis Julia Perez Sebenarnya Bisa Dicegah, Caranya?
"Kalau perempuan meninggal, rentetannya panjang karena posisinya yang penting di keluarga."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semangat dan perjuangan aktris Julia Perez atau Jupe dalam melawan kanker serviks stadium akhir yang dideritanya menuai banyak simpati.
Meski pengobatan kanker semakin maju, tetapi sejatinya kanker tersebut bisa dicegah.
kanker serviks atau leher rahim merupakan satu-satunya kanker yang sudah diketahui penyebabnya, yakni human papilloma virus (HPV).
Itu sebabnya vaksinasi HPV menjadi langkah yang paling efektif untuk mencegahnya.
Program penurunan kasus kanker serviks di Indonesia lewat program vaksinasi nasional dipandang perlu karena penyakit ini menjadi penyebab utama kematian perempuan.
"Saat ini setiap dua menit seorang perempuan meninggal dunia akibat kanker serviks. Kalau perempuan meninggal, rentetannya panjang karena posisinya yang penting di keluarga, bagaimana nanti nasib anak-anaknya," kata Prof.Andrijono, Sp.OG (K), staf di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM ini.
HPV adalah virus yang mudah ditularkan, namun mayoritas terinfeksi melalui hubungan seksual. Selain menyebabkan kanker serviks, HPV juga menyebabkan kutil kelamin, kanker vagina, dan kanker vulva.
kanker serviks memang bisa dideteksi melalui pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) dan pap smear. Namun, menurut Andrijono pelaksanannya belum maksimal. Cakupan skrining IVA hanya 3,5 persen dan papsmear 7,7 persen.
"Banyak yang malas papsmear atau IVA, alasannya malu dan tak punya waktu untuk cek rutin tiap tahun," katanya.
Berbeda halnya dengan pemberian vaksinasi yang cukup dilakukan satu atau dua kali (tergantung jenis vaksinnya) pada saat anak perempuan berusia 10 tahun. Pada usia tersebut, tingkat imunitas dan respon terhadap vaksin sangat baik.
Efektivitas vaksin dalam mencegah kanker serviks mencapai 100 persen dan bisa melindungi sampai dengan jangka waktu 15 tahun.
Penyakit yang dicegah pun tak terbatas pada kanker serviks saja, melainkan juga kutil kelamin, kanker vagina, vulva, anus, dan juga mulut. Dari sisi biaya juga lebih murah dibanding mengobati.
"Berkaca pada pengalaman di Amerika Serikat atau Australia, 10 tahun sejak vaksinasi HPV menjadi program nasional, angka kanker serviks di sana turun sampai 74 persen," kata Andrijono.
Di negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, juga telah dijalankan program vaksinasi HPV nasional.
Di Indonesia, program vaksinasi HPV sudah dilakukan di DKI Jakarta dengan sasaran 70.000 siswi kelas 5 SD. Pada tahun 2016 lalu, cakupan vaksin ini mencapai 93 persen.
“Respon masyarakat bagus. Ada sekolah yang tadinya menolak program vaksin HPV, justru kemudian meminta. Tahun ini menyusul program serupa di Surabaya dan Yogyakarta dan tahun depan di Makasar dan Manado," papar Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) ini.
Ia berharap pemerintah mempercepat langkah program vaksinasi.
"Dalam waktu 10 tahun lagi, kejadian kanker serviks akan terus berkurang, bahkan mungkin tidak ada lagi di dunia karena banyak negara sudah menjalankan vaksinasi HPV. Jangan sampai kanker ini hanya ada di Indonesia," ujarnya.