Transfer Teknologi Endoskopi Antara Jepang dan Indonesia
Meningkatnya kasus-kasus tersebut disebabkan oleh pola makan yang salah dan rokok.
Editor: Eko Sutriyanto
Selain membahas soal soal pelatihan, para pembicara juga berbicara soal kejadian kanker.
Dokter Ari menyinggung, di Indonesia angka kejadian kanker saluran cerna (misal kanker pankreas dan kanker kolorektal) terus meningkat jumlahnya.
Peningkatan kasus kejadian kanker itu, antara lain, disebabkan oleh gaya hidup masyarakat, misalnya suka mengonsumsi makanan berlemak, kurang makan sayur/serat, kurang gerak, juga obesitas.
Kasus lain yang juga banyak terdapat di masyarakat adalah meningkatnya kejadian batu di saluran empedu.
“Nah, dengan pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat lanjut, maka dokter di Indonesia memiliki kemampuan untuk mengeluarkan batu dari saluran empedu atau mengambil sampel jaringan di pankreas,” ujarnya.
Di Indonesia, angka kejadian kanker kolorektal terbilang tinggi. Ini berbeda dengan kasus kanker di Jepang. Di Jepang, kata Prof Hisao Tajiri, MD, President Japanese Gastroenterological Endoscopy Society yang ikut dalam jumpa pers itu, kasus yang paling banyak adalah kanker lambung. Selain karena pola makan yang salah, juga disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori (H. Pylori).
Hal yang perlu mendapat sorotan adalah, kuman Helicobacter pylori di Jepang banyak diidap oleh orang Jepang.
“Kuman ini dapat menyebabkan kanker saluran cerna (gastric cancer) jika tak diobati dengan tuntas,” katanya.
Tajiri menekankan kuman H pylori merupakan faktor risiko kanker saluran cerna di Jepang. Kanker usus besar di Jepang termasuk tinggi, antara lain karena adanya perubahan pola makan.
H. Pylori kini juga menjadi perhatian peneliti Indonesia. Dokter Ari yang memimpin studi tersebut juga menemukan ada beberapa faktor yang menyebabkan kuman ini bisa tumbuh di daerah lain, tapi tidak di tempat lain. Selama 3 tahun, Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia, khususnya kelompok studi H. Pylori Indonesia, melakukan studi di 20 RS di Indonesia.
Dari hasil penelitian terhadap 1.100 pasien, Dokter Ari bersama Prof Yoshio Yamaoka dari Universitas Iota, Jepang. Menemukan prevalensi H pylori di Indonesia sebesar 22,1%. Satu dari lima pasien dispepsia (sakit maag) berpotensi mengalami infeksi bakteri tadi. “Suku bangsa dan sumber air menjadi salah satu faktor risiko infeksi kuman itu,” katanya.