Latar Belakang Fenomena Pelakor Marak di Indonesia, Perempuan Harus Tahu
Menurut Harti, ada banyak faktor mengapa perempuan merasa lebih mudah untuk menyalahkan perempuan lain.
Editor: Suut Amdani
"Biasanya mereka enggan untuk berpisah karena memikirkan banyak hal yang yang akan terjadi pada dirinya.
Misalnya, bagaimana nasib anak-anaknya, mendapat stigma buruk karena menjadi janda," ujarnya.
"Jadi ada banyak sekali yang dirasakan perempuan korban kekerasan. sehingga ia enggan keluar dari perilaku yang penuh dengan kekerasan," tegasnya.
Pendapat lain dilontarkan oleh Very. Dia menyebut bahwa persaingan sesama perempuan ini bisa jadi merupakan representasi dari "The Power of Emak-emak".
Menurutnya, istri dalam hal ini bisa dipandang sebagai ibu atau emak menjadi terdorong untuk menunjukkan kekuatannya.
Alih-alih mencitrakan diri sebagai makhluk lemah, istri (Sah) di sini justru ingin menujukkan kekuatannya.
Pilihan terhadap menyalahkan perempuan mungkin karena menganggap sebagai lawan yang sebanding daripada laki-laki.
Pencegahan Fenomena melabrak pelakor ini bak bola salju yang kian lama membesar.
Bahkan, kini jumlah video tentang hal ini makin banyak.
Seolah fenomena ini tidak bisa dicegah dan makin menjamur.
Lalu, bagaimana mencegah kejadian semacam ini tidak terulang kembali?
"Saya kira yang paling mendasar adalah melakukan edukasi terus menerus kepada masyarakat," ungkap Harti.
"Hal ini mungkin tidak mudah. Karena kan saat ini media sosial sudah sangat merambah kemana- mana dan sulit memfilter apa yang di-posting orang sehingga sering kali yang ada di media sosial itu sensasional dan menarik perhatian banyak orang," tambahnya.
Celakanya, isu-isu seperti itu (pelakor) yang melihat banyak sekali dan mudah menjadi viral.
Harti mencontohkan pada kasus Bu Dendy yang viral beberapa waktu lalu.
"Sayangnya, karena cara pandang masyarakat kita masih sangat bias gender ya itu tontonan yang menarik di masyarakat," katanya.
"Cara pencegahannya tentu melakukan edukasi yang meluas. Menyebarkan banyak cerita dan tulisan atau counter di media sosial juga yang seimbang," imbuhnya.
Meski begitu, Harti juga mengakui bahwa edukasi tentang hal ini belum sebanding dengan berita yang beredar. "Lebih kencang berita-berita yang menarik perhatian tersebut," tutupnya.
(Kompas.com/Resa Eka Ayu Sartika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus "Pelakor" Menjelang Hari Perempuan Internasional, Apa Artinya?"