Perhatian Masyarakat terhadap Penyakit Autoimun Masih Rendah
Perhatian masyarakat di Indonesia terhadap penyakit autoimun dinilai pakar kesehatan masih rendah
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhatian masyarakat di Indonesia terhadap penyakit autoimun dinilai pakar kesehatan masih rendah karena kurangnya edukasi tentang penyakit yang diakibatkan adanya gangguan sistem kekebalan tubuh (imun).
Dokter Spesialis penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI (K), mengatakan penting bagi masyarakat untuk mengetahui informasi seputar penyakit autoimun agar dapat melakukan tindak pencegahan sejak dini.
Baca: Jika Tidak Ada Halangan, Kemenperin Berlakukan SNI Wajib Pelumas Otomotif Juni 2018
Menurut dia, autoimun menjadi penyakit yang memang belum diketahui pasti penyebabnya, selain dari genetik itu sendiri. Sebuah penelitian membuktikan bahwa ternyata defisiensi vitamin D menjadi salah satu faktor risiko seseorang terkena penyakit in.
"Saya rasa masyarakat belum banyak yang tahu tentang ini. Oleh karena itu sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui informasi seputar autoimun ini. Mulai dari faktor risiko, bagaimana pencegahannya, hingga pengelolaan penyakitbagi mereka yang memang sudah terdiagnos," katanya dalam seminar nasional bertema "Keep Strong Stay Healthy terhadap Penyakit Autoimun" di Jakarta, Sabtu (28/4/2018).
Seminar Keep Strong Stay Healthy terhadap Penyakit Autoimun akan digelar di delapan kota diseluruh Indonesia.
Iris menjelaskan, sebuah penelitian menemukan bahwa penyakit autoimun berhubungan dengan kekurangan vitamin D, disebutkan bahwa konsentrasi vitamin D pada pasien autoimun rendah. Di Indonesia prevalensi defisiensi vitamin D pada wanita berusia 45-55 tahun adalah sekitar 50 persen.
Penelitian di Indonesia dan Malaysia menemukan defisiensi vitamin D sebesar 63 persen terjadi pada wanita usia18-40 tahun. Sedangkan penelitian pada anak 1-12,9 tahun, ditemukan 45 persen anak mengalami insufisiensi vitamin D. Oleh karena itu pemantauan kecukupan vitamin D dalam tubuh perlu dilakukan.
Penyakit autoimun yang sering ditemukan adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sering kita kenal dengan sebutan penyakit lupus dan Rheumatoid arthritis atau yang biasa kita kenal dengan rematik.
Padahal terdapat lebih dari 80 tipe penyakit autoimun, salah satunya adalah penyakit lupus yang memiliki angka kejadian mencapai 0,5 persen dari total penduduk.
Regional Product Executive PT Prodia Widyahusada Tbk. Ardian Susanto, M.Farm. mengatakan bahwa skrining autoimun bagi mereka yang sehat memang tidak ada.
Selain pemeriksaan lab untuk memantau kecukupan vitamin D dalam tubuh, tambahnya, terdapat pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk memantau kondisi mereka yang sudah mengalami autoimun.
"Pemeriksaan autoimun yang tersedia diperuntukan bagi individu yang bergejala, untuk menapis apakah ada risiko mengalami autoimun atau tidak yaitu pemeriksaan ANA IF. Selain itu tersedia juga pemeriksaan untuk membantu menentukan jenis autoimun yang diderita yaitu ANA Profile,Anti dsDNA NcX, ProALD, AMA M2, dan lain lain. Tersedia pula pemeriksaan Vitamin D-25 OHTotal untuk menilai kecukupan vitamin D dalam tubuh," katanya, dalam kegiatan yang digelar Laboaratorium Klinik Prodia itu.
Marketing Communications Manager PT Prodia Widyahusada Tbk Reskia Dwi Lestari menyatakan bahwa sebagai laboratorium klinik pertama yang mengusung Next Generation Medicine, serta gencar dalam edukasi P4 medicine, yang salah satu di antaranya adalah preventive medicine, pihaknya merasa perlu turut andil untuk melakukan tindakan maupun kegiatan yang mendukung terwujudnya tindakan pereventif di tengah masyarakat.
"Saat ini tindakan preventif itu perlu dilakukan oleh kita masyarakat umum agar dapat terhindar dari risiko terburuk sebuah penyakit. Diperlukan informasi dan juga semacam ajakan dari para dokter kepada pasien ataupun instansi kesehatan, kepada para pelanggan, agar kita mulai membiasakan diri untuk melakukan tindakan preventif terhadap penyakit,” ujarnya.