Indonesia Memiliki Masalah yang sama dengan AS dalam Pengendalian Konsumsi Rokok
Banyak perokok yang merasa kesulitan untuk berhenti karena alasan psikologi yakni kehilangan sensasi dari kebiasaan hand to mouth
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tingginya jumlah perokok dialami oleh hampir semua negara, termasuk di Indonesia dan Amerika Serikat.
Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari kampanye kesehatan hingga penerapan regulasi namun nyatanya upaya ini belum berhasil menurunkan tingginya angka prevalensi secara keseluruhan.
Pakar onkologi Prof David Theodore Levy dari Georgetown University Medical melakukan kajian masalah rokok dengan mempertimbangkan strategi peralihan perokok ke penggunaan produk tembakau alternatif, dalam hal ini rokok elektrik untuk mempercepat proses pengendalian tembakau di negeri Paman Sam tersebut.
Penelitian Levy dan tim yang bertajuk “Potential Deaths Averted in USA by Replacing Cigarettes with E-Cigarette” itu dipublikasikan dalam jurnal Tobacco Control dengan menggunakan skenario optimis dan pesimistis, serta membuat model potensi dampak kesehatan masyarakat bila rokok digantikan dengan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik.
Hasil penelitian menemukan bahwa diperkirakan sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat dapat terhindar dari kematian dini jika perokok beralih ke rokok elektrik.
“Diperlukan sejumlah upaya komprehensif agar proses pengendalian tembakau dapat berhasil. Peralihan dengan menggunakan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik bisa menjadi salah satu upaya mengingat tingkat kandungan risiko kesehatan yang dimiliki lebih rendah dibandingkan dengan rokok,” jelas Prof. Levy dalam acara Diskusi Produk Tembakau Alternatif di Tengah Disrupsi Teknologi serta Kaitannya dengan Reaksi dan Tantangan Global di Jakarta belum lama ini.
Baca: Indro Warkop Beri Klarifikasi Soal Meme Bahaya Merokok yang Beredar Pasca Kematian Istrinya
Ia menambahkan bahwa cara terbaik adalah dengan berhenti merokok sepenuhnya.
Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia yang juga anggota Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Dr. drg. Amaliya, M.S., PhD mengatakan meskipun memiliki perbedaan karakteristik masyarakat, pada dasarnya Indonesia juga memiliki permasalahan yang sama dengan Amerika Serikat dalam hal pengendalian konsumsi rokok.
“Diperlukan suatu langkah alternatif untuk mengatasi hal ini. Kami di YPKP juga telah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai produk tembakau alternatif, baik melalui pendekatan kesehatan dengan memeriksa sel rongga mulut pada tiga kelompok utama, yakni perokok, pengguna rokok elektrik, dan non perokok, maupun pendekatan sosial,” jelas Amaliya.
Dari proses penelitian tersebut, Dr. drg. Amaliya dan tim banyak melakukan observasi langsung dengan para perokok.
Ia menemukan banyak perokok yang merasa kesulitan untuk berhenti karena alasan psikologi yakni kehilangan sensasi dari kebiasaan hand to mouth.
Kebiasaan ini (hand to mouth) juga dapat dirasakan dengan penggunaan produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dan rokok elektrik.
Kemudian, konsep pengurangan risiko yang diterapkan pada produk tembakau alternatif menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok.
Baca: Terlalu Banyak Minum Es Teh Manis? Ini Efeknya bagi Kesehatan Tubuh
"Merujuk pada berbagai penelitian dan literatur atas potensi produk tembakau alternatif, produk ini dapat menjadi alternatif bagi perokok yang berkeinginan untuk berhenti secara bertahap,” kata Amaliya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.