PDPI Beri Penghargaan Sutopo Sebagai Inspirator Terbaik 2018 bagi Penyintas Kanker Paru Indonesia
Di tengah perjuangan hidupnya, Sutopo masih secara terus menerus menyampaikan informasi bencana kepada media dan masyarakat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2018 adalah tahun bencana bagi bangsa Indonesia karena korban meninggal dan hilang akibat bencana selama tahun 2018 adalah terbanyak sejak tahun 2007 hingga 2018.
Gempa beruntun di NTB, dan gempabumi disusul tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia dan hilang.
Tahun 2018, adalah tahun bencana bagi Sutopo Purwo Nugroho, karena pada Januari 2018 divonis dokter menderita kanker paru stadium 4B yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis sakit.
Di tengah perjuangan hidupnya, Sutopo masih secara terus menerus menyampaikan informasi bencana kepada media dan masyarakat. Tetap berjibaku melawan sakitnya untuk menyampaikan informasi bencana secara terus menerus.
Faktanya media dan publik membutuhkan penjelasan yang lengkap dan rinci mengenai bencana dengan bahasa yang gampang, gamblang, mudah dimengerti dan masyarakat merasa aman dengan penjelasannya.
Meski sakit tetap bekerja sehari-hari.
Sutopo juga terus menerus berbagi pengalaman dan menyarankan kepada penyintas kanker paru untuk terus semangat, pantang menyerah dan hidup sehat.
Baca: Sutopo Ceritakan Perjuangannya Lawan Kanker Paru: Berat Badan Susut 20 Kg
Melalui social media, sering mengunggah foto dan video kondisi tubuhnya untuk memberikan semangat penyintas kanker.
Juga memberikan nasihat kepada masyarakat umum mengenali tanda-tanda kanker paru, serta menghindari hal-hal penyebab kanker.
Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memberikan penghargaan Sutopo Purwo Nugroho sebagai Inspirator Terbaik 2018 bagi masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan yakni bagi para penyintas penderita kanker dalam melawan penyakitnya, khususnya bagi penyintas/penyandang kanker paru.
Penghargaan diberikan oleh DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR selaku Ketua Umum PDPI dalam acara Seminar Sehari tentang Kewaspadaan dan Deteksi Kanker Paru pada Layanan Primer, di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta pada, Minggu (16/12/2018).
Agus Dwi Susanto mengatakan, “Apa yang dilakukan Pak Sutopo telah banyak menginspirasi penyintas kanker di Indonesia, khusus kanker paru. Tidak menyerah begitu saja namun tetap survive. Jumlah penderita kanker paru di Indonesia terus meningkat. Tentu ini juga terkait dengan perubahan gaya hidup.Setiap orang mempunyai risiko untuk terkena kanker paru. Kewaspadaan harus ditingkatkan pada orang-orang yang mempunyai faktor-faktor risiko.”
Kanker paru merupakan jenis kanker yang paling banyak didiagnosis di dunia. Kanker paru juga menjadi penyebab utama kematian akibat kanker yakni sebesar 18,4 persen dari total kematian karena kanker.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sepanjang tahun 2018 ini terdapat 2,1 juta kasus kanker paru baru dan 1,8 juta kematian karena kanker paru. Dengan kata lain satu dari lima kematian pada kanker terjadi akibat kanker paru. Hal ini tidak lepas dari tingkat kesembuhannya yang hanya sekitar 16-18 persen saja.
Di Indonesia, angka itu tak jauh berbeda. Data dari Indonesian Cancer Information & Support Center (CISC) menunjukkan kanker paru merupakan kanker pembunuh nomor satu dengan total 14 persen dari kematian karena kanker. Angka kematian karena kanker paru di Indonesia bahkan mencapai 88 persen.
Kanker paru masuk dalam golongan kanker paling mematikan lantaran sebagian besar terdiagnosis pada stadium lanjut. Angka harapan hidup pada penderita kanker paru lebih rendah dibanding kanker lain yakni hanya 12 persen. Oleh karena itu deteksi dan diagnosis dini penting bagi penderita kanker paru. Kanker paru memiliki jenis mutasi yang berbeda-beda. Setiap jenis memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Kanker paru dapat dideteksi dini dengan memahami gejala yang timbul. Namun, umumnya pada tahap awal kanker paru tidak menyebabkan gejala.
Gejala baru muncul saat kanker sudah memasuki tahap tertentu. Gejala itu meliputi batuk yang berkelanjutan dan semakin parah bahkan berdarah, sesak napas, nyeri di dada, hingga kelelahan tanpa sebab. Muncul pula pembengkakan pada muka atau leher, sakit kepala, dan sakit pada tulang.
Gejala lain yang juga muncul adalah berat badan menurun, kehilangan nafsu makan, suara serak, sulit menelan, dan perubahan bentuk ujung jari yang menjadi cembung.
Risiko terkena kanker paru lebih tinggi pada orang yang memiliki faktor risiko. Faktor risiko itu diantaranya faktor usia yakni di atas 50 tahun, genetik atau memiliki riwayat kanker paru di keluarga, terpapar karsinogen, dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok. Sekitar 85-95 persen penyebab kanker paru berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Sutopo sendiri menyatakan tidak merokok, pola makan sehat banyak mengkonsumsi sayur dan buah, rajin berolahraga. Tidak ada keturunan langsung yang menderita kanker. Namun mengapa terkena kanker paru stadium 4B? Sebagian besar pasien yang divonis kanker, apalagi sudah masuk stadium 4, yang sulit disembuhkan sesuai statistik medic.
Tentu akan shock. Apalagi jika dokter mengatakan usia tinggal beberapa bulan atau tahun. Tentu akan sakit secara fisik dan psikis. Meski urusan hidup mati itu hak Allah.
Kanker juga kantong kering. Perlu biaya yang mahal, bahkan keuangan rumah tangga bisa bangkrut karena membutuhkan biaya yang besar dan pengobatan jangka panjang. Tidak semua obat-obatan bisa dicover BPJS. Penyintas kanker perlu dukungan keluarga dan semua pihak.
Sakit yang diderita juga luar biasa sakit, apalagi sudah metastase ke bagian tubuh lain. Untuk itulah, sehat itu mahal. Berhentilah merokok, atau kurangi merokok karena merokok lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan manfaat. Tetaplah jaga kesehatan. Hidup dengan gaya hidup yang sehat. Kurangi makanan dan minuman yang ada pengawet, pewarna, vetsin, dan bahan kimiawi lainnya. Mumpung belum terlanjur, lakukan hidup sehat. Bagi penyintas kanker, jalani semua dengan ikhlas.