Operasi Bariatrik Bukan Peluru Emas untuk Turunkan Berat Badan Penderita Obesitas Seperti Titi Wati
Meski mampu menurunkan bobot tubuh dengan cepat, bedah bariatrik bukanlah ‘peluru emas’ untuk penderita obesitas seperti Titi Wati.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang gemuk dianggap punya "gudang" lemak. Tapi sebenarnya artinya lebih luas.
Tidak hanya punya banyak lemak, gemuk bisa diartikan juga ‘gudangnya’ penyakit.
Seseorang yang obesitas dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit lain.
Sebut saja tingginya kadar kolesterol, diabetes mellitus, hipertensi, dan ganguan vascular.
Belum lagi gangguan motorik akibat kegemukan.
Awal tahun lalu, sempat viral di media sosial, Titi Wati (37), asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Ibu satu anak ini memiliki bobot hingga 220 kilogram. Ia hanya bisa memiringkan sedikit badannya saja.
Bahkan untuk makan, apalagi mandi harus dibantu. Sehari-hari hanya bisa tiduran saja.
Kadar gula darahnya juga tinggi, dan sudah masuk menderita diabetes mellitus, yakni 400 mg/dl. Padahal normalnya kadar gula darah 140 mg/dl.
Titi Wati merupakan salah satu contoh obesitas morbid, yakni berat badan berlebih dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) lebih dari 37,5.
Dokter Spesialis Bedah Konsultan bedah digestif RS Pondok Indah (RSPI) Dr dr Peter Ian Limas Sp KBD mengatakan ketika seseorang sudah masuk kategori obestitas morbid, dan memiliki IMT yang tinggi, penanganan dengan gizi atau diet, angka keberhasilannya sangat kecil dan membutuhkan waktu yang panjang.
Sementara akibat obesitas tersebut, risiko bertambahnya penyakit semakin tinggi. Sehingga dokter akan menyarankan untuk dilakukan bedah obesitas/bariatrik.
Baca: Turunkan Berat Badannya, Titi Wati Penderita Obesitas Angkat Barbel, Saat Ditimbang Berkurang 13 Kg
“Bedah obesitas bukanlah bedah kosmetik. Bedah ini bertujuan mengobati pasien obesitas dan penyakit penyertanya,” ujar Dokter Peter kepada wartawan dalam talkshow dengan tema ‘Bariatrik, Komitmen Untuk Hidup Sehat Sepanjang Usia’ dari Rumah Sakit Pondok Indah di Hotel Mulia, Kamis (14/3/2019).
Ia mengingatkan, meski mampu menurunkan bobot tubuh dengan cepat, bedah bariatrik bukanlah ‘peluru emas’.
Tindakan ini hanya sebagai pendukung.
Faktor utama keberhasilan bariatrik adalah komitmen dan konsistensi yang kuat dari pasien untuk mengubah gaya hidup mereka seumur hidup.
Setelah operasi, pasien diharuskan mengikuti diet bertahap selama satu bulan.
Dimulai dengan hanya minum air putih atau teh selama dua tiga hari pertama, dan meningkat kekentalannya/konsistensinya hingga pada akhir satu bulan, pasien diharapkan dapat mengonsumsi makanan sehat seperti biasa.
Namun dalam jumlah yang jauh berkurang.
“Pasien tidak merasakan lapar karena pusat lapar dihilangkan atau dibuat tidak aktif. Dengan demikian, tidak perlu dikhawatirkan pasien lapar, atau tersiksa karena lapar,” ujar Dokter Peter.
“Bagi pasien obesitas morbid yang membutuhkan penurun berat badan secara ekstrim, bedah bariatrik memiliki berbagai kelebihan. Salah satunya dapat menurunkan berat badan dengan lebih cepat dan relatif menetap,” katanya.
Dengan menggunakan minimal invasive laparoscopy, pasien pun akan merasakan nyeri yang lebih minimal, juga risiko komplikasi tindakan yang lebih rendah.
Sehingga masa rawat inap di rumah sakit akan lebih singkat. Dokter akan membuat sayatan berdiamter 5 mm-12 mm.
Baca: Bosan Menu Sehat, Titi Wati Penderita Obesitas Kembali Makan Ikan Asin, Berbahayakah untuk Badannya?
Berapa Berat Badan yang Hilang dengan Bedah?
Menurut dokter Peter, setelah pembedahan, berat badan yang bisa hilang antara 55-85 persen dari kelebihan badanya.
Misalnya seseorang memiliki berat badan 120 kilogram, ada kelebihan berat 55 kilogram. Idealnya orang tersebut memiliki Berat Badan (BB) 65 kilogram.
Setelah operasi bisa menghilangkan 55-85 persen dari 55 kilogram tersebut dalam kurun waktu 6-12 bulan.
Ampuh Mana Bariatrik atau Sedot Lemak untuk Tuurnkan Berat Badan?
Adalah Naufal Abdillah (23) punya berat badan mencapai 238 kilogram dengan IMT 95,3.
Pada bulan Oktober 2018 lalu berkonsultasi ke dokter spesialis gizi klinik di RS Pondok.
Ia mengalami obesitas sejak remaja. Setelah melalui serangkaian konsultasi, Naufal sepakat melakukan bedah bariatrik untuk mengatasi permasalahan obesitasnya.
Setelah melakukan tindakan pada November 2018 lalu, bobot Naufal berkurang sebanyak 36 kilogram dengan penurunan IMT 80,9.
Bandingkan dengan lewat diet yang sehat, pengurangannya hanya 1,5 kilogram per bulan.
Pada kesempatan itu, dokter Peter juga mengemukakan perbedaan antara bedan bariatrik dengan sedot lemak.
Menurutnya, operasi bariatrik bekerja dengan menghilangkan rasa lapar, memodifikasi saluran cerna, memodifikasi profil hormon pasien sehingga lebih efektif, dan mengurangi kalori yang diserap.
“Bedah bariatrik berbeda sama sekali dengan bedah kosmetik (sedot lemak misalnya, Red), bedah bariatrik menangani akar persoalan obesitas, sementara bedah kosmetik bertindak memperbaiki penampilan tanpa menyentuh akar persoalan,” tegasnya.
(Wartakota/Lilis Setyaningsih)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Gemuk Dipandang Menjadi Penyakit, Kapan Harus Dilakukan Pembedahan?,