Penderitanya Harus Keluarkan Biaya Banyak, Thalasemia Penting Dideteksi Sejak Dini
Langkah pencegahan penyakit genetik thalasemia sangat diperlukan mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan penderitanya sangat tinggi.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Langkah pencegahan penyakit genetik thalasemia sangat diperlukan mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan penderitanya sangat tinggi.
Penyakit thalasemia disebabkan karena tidak terbentuknya protein yang membentuk hemogloblin utama manusia ini.
Bahkan thalasemia menempati urutan kelima untuk pembiayaan kesehatan dibawah jantung, kanker, ginjal dan stroke, yang totalnya mencapai Rp 397 miliar pada September 2018 lalu.
Dokter Spesialis Anak, RSCM dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A. (K) menjelaskan penyakit ini sampai ini belum bisa disembuhkan dan bagi penderita thalasemia mayor (berat) harus melakukan transfusi darah dan zat besi.
Baca: Nina, Penderita Thalasemia Bertahan Hidup dengan Transfusi Darah dan Usaha Katering
Thalasemia mayor ini bisa terjadi jika kedua orangtuanya sama-sama memiliki pembawa sifat thalasemia.
Kegiatan transfusi darah tersebut harus dilakukan rutin sekitar setiap dua minggu hingga tiga minggu sekali.
Dan yang paling memberatkan adalah untuk thalasemia mayor perlu dilakukan transplantansi sumsum tulang belakang yang memerlukan biaya mencapai Rp 2 miliar.
“Mungkin 800 juta untuk mantek sum-sumnya tapi untuk pemantauan dan biaya segalaa macem bisa sampe Rp 2 miliar,” ujar dr. Teny Tjitra di Kementerian Kesehatan, Senin (20/5/2019).
Transplantasi sumsum tulang belakang tersebut sebaiknya dilakukan saat penderita masih berusia anak-anak, karena kalau sudah dewasa tingkat keberhasilnnya kecil sehingga perlu pendeteksian dini tersebut.
Spesialis penyakit dalam, Dr. T. Djumhana Sp.PD menambahkan transfusi darah hanya mampu memanjangakan usia penderita thalasemia.
Jika tidak dideteksi di usia enam bulan sampai dua tahun maka dapat menyebabkan kematian.
“Kalau thalasemia mayor yang berat kalau enam bulan sampai dua tahun maka akan meninggal, karena HBnya rendah jadi lemes, di sekolah susah ngikutin pelajaran,” kata dr. Djumhana.
Skrining atau pendeteksian dini sangat penting untuk mengetahui status seseorang apakah dia pembawa sifat atau tidak, karena pembawa sifat Talasemia sama sekali tidak bergejala dan dapat beraktivitas selayaknya orang sehat.
Idealnya dilakukan sebelum memiliki keturunan yaitu dengan mengetahui riwayat keluarga dengan talasemia dan memeriksakan darah untuk mengetahui adanya pembawa sifat talasemia sedini mungkin dan menghindari pernikahan antar sesama pembawa sifat dapat dihindari.
Saat ini, terdapat lebih dari 10.531 pasien talasemia di Indonesia, dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan talasemia setiap tahnunnya di Indonesia.