Kini Ngehit dan Dijual Jutaan Rupiah, Dulu Harganya Rp10 Ribu Bajakah Tak Laku
Maraknya berita tentang khasiat tumbuhan akar bajakah tunggal atau bajakah lamei di hutan Kalteng yang bisa mengobati tumor dan kanker ngehits.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, PALANGKARAYA - Maraknya berita tentang khasiat tumbuhan akar bajakah tunggal atau bajakah lamei di hutan Kalimantan Tengah yang bisa mengobati tumor dan kanker menjadi perbincangan banyak kalangan.
Ini setelah dua siswi SMAN 2 Palangkaraya memenangkan lomba karya tulis ilmiah di Seoul, Korea Selatan pada 25-27 Juli 2019.
Banyak orang kini berburu akar tersebut.
Selain itu di media sosial marak beredar foto kemasan beberapa potongan tumbuhan tersebut lengkap dengan harganya, yang berkisar Rp 500 ribu hingga Rp1 juta.
Di sejumlah toko aksesori Dayak di Palangkaraya, yang juga menjual obat tradisional, pun ramai pengunjung yang mencari akar bajakah.
Padahal sebelumnya akar ini kurang laku dan hanya dijual Rp 10 ribu per bungkus.
Baca: Bajakah Marak Dijual dengan Harga Fantastis, Jangan Asal Konsumsi, Salah Minum Bisa Berbahaya
Baca: Sebut Orang Ketiga, Nia Ramadhani Benci Saat Tahu Perilaku BCL di Pesta Nikah Anak Raam Punjabi
Baca: Full Artis Tenar, Dari Dian Sastro Hingga Joe Taslim Bintangi Jagat Sinema Bumilangit Jilid 1
Demikian juga di toko ramuan tradisional Dayak di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Muhammad Rusdi, penjaga Toko Permata Martapura di Jalan Ahmad Yani, mengaku setiap hari ada puluhan orang datang untuk membeli akar bajakah.
"Kami memang menjual campuran akar obat tradisional Dayak, yang di dalamnya juga ada akar bajakah. Tetapi selama ini tidak begitu banyak dibeli,” kata Rusdi.
Oleh karena tidak banyak persediaan, Rusdi pun meminta pengunjung bersabar menunggu barang yang masih dipesan.
“Besok datang sore," ujarnya kepada seorang pengunjung.
Demikian juga dengan Toko Albanjari yang berada di Kompleks Pertokoan Berdikari.
Toko ini juga harus melakukan pemesanan karena banyaknya calon pembeli.
Jangan Sembarangan Mengonsumsi
Abdul Karim, pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng yang biasa masuk hutan, mengimbau warga agar tidak sembarangan mengonsumsi akar tersebut.