Belajar Dari Bayi Elsa yang Meninggal Diduga Akibat Asap, Lakukan Ini untuk Lindungi Anak dari ISPA
Kematian Bayi Elsa diduga mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) viral di media sosial, Senin (16/9/2019).
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Kematian Bayi Elsa diduga mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) viral di media sosial, Senin (16/9/2019).
Bayi berusia empat bulan ini tinggal di Desa Talang Buluh, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Mendengar adanya korban diduga ISPA, Dinkes Banyuasin langsung mengecek ke RS Ar Rasyid Palembang.
"Dari hasil kunjungan tim kesehatan Banyuasin, memang benar ada pasien bayi umur 4 bulan berobat ke UGD dengan diagnosa Pneumonia, dan meninggal. Pasien sudah di bawa pulang ke rumah," katanya.
Hakim mengatakan sebelumnya kondisi darurat kabur asap yang tebal pihaknya telah memghimbau melakukan sosialisasi akan bahaya kabur asap dan pembagian masker secara gratis kepada masyarkat baik melalui puskesmas serta membagikan masker secara langsung kepada warga.
"Kalau penyebab kematian bayi pasti, sampai sekarang rumah sakit belum mengeluarkan. Tapi kita sudah ada perkiraan dari hasil wawancara petugas yang menangani. Gangguan pernafasan akibat ISPA," tegas Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin Dr H Masagus Hakim.
Menurutnya, belum bisa kematian bayi ini dikaitkan dengan kabut asap.
Baca: Dokter Temukan Bakteri di Paru-Paru Elsa Fitaloka Bayi 4 Bulan yang Meninggal Diduga karena Asap
Baca: Kabut Asap Semakin Parah, Madrasah di Palangkaraya Liburkan Siswanya Selama Seminggu
Kabut asap menjadi salah satu pemicu infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Asap terdiri dari partikel kecil yang saat masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan peradangan berulang.
“Dampak langsung yang terjadi adalah mata perih, hidung berair, batuk-batuk. Yang semula dalam kondisi sehat bisa terkena infeksi. Apalagi yang tadinya sudah memiliki riwayat penyakit pernapasan seperti asma akan bertambah parah lagi penyakitnya,” ujar dr. Rita Khairani dari RS Royal Taruma Jakarta dikutip dari nova.id.
Sedangkan dampak dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker paru.
“Memang tergantung dari lama paparan,faktor risiko seperti perokok berat atau riwayat infeksi paru sebelumnya,” kata Rita sambil menambahkan dampak jangka waktu lama lainnya adalah paru mengeras atau fibrosis paru karena peradangan kronik.
1. Gunakan Masker
Pencegahan memakai masker, bukan masker yang biasa, tapi N95 atau 95% melindungi sampai partikel yang paling kecil. “Memang harganya mahal dan tidak menyenangkan saat dipakai karena membuat agak sulit bernapas.”
Orang dewasa lebih mudah disuruh memakai masker,
Tapi akan sulit menyuruh anak kecil karena tidak mengerti atau tidak tahan berlama-lama memakai masker apalagi bayi.
2. Jauhi Sumbernya
Orangtua harus menjadi benteng bagi anak-anak.
”Satu-satunya jalan adalah anak-anak dijauhkan dari sumbernya, dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengalami kabut asap.”
Kalaupun tidak bisa pindah, lanjut Rita, banyak berdiam diri di rumah, batasi keluar rumah kecuali untuk hal penting.
3. Tutup Ventilasi dengan Handuk Basah
Selain itu, ada beberapa cara lain seperti menutup sela di bawah pintu, lubang angin atau ventilasi dengan handuk basah.
“Air akan menyerap asap sehingga tidak masuk ke dalam rumah. Jangan lupa semua ventilasi ditutup.”
4. Penyedot Udara
Lalu, memakai penyedot asap atau udara (exhaust) atau menyalakan AC sehingga udara jadi lebih bersih, atau bisa juga memakai oksigen.
“Obat yang diberikan hanya untuk mengurangi dampak akibat asap, yang terpenting adalah bagaimana asapnya bisa segera hilang.”
(Nova.id/Tribunsumsel.com)