Kenapa Produk Makanan Organik Mahal?
Sudah umum disebut bahwa konsumsi produk makanan organik merupakan bagian dari pola hidup sehat. Dan pola makan dengan produk tersebut meningkat.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Sudah umum disebut bahwa konsumsi produk makanan organik merupakan bagian dari pola hidup sehat.
Dan pola makan dengan produk makanan organik semakin meningkat seiring dengan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.
Sebab, selain dianggap bermanfaat bagi kesehatan, pola makan tanpa produk hewani atau vegan juga disebut menghasilkan jejak karbon paling minim.
Co-founder and Managing Director Burgreens, Helga Angelina, dalam paparannya menjelaskan, seorang pecinta daging akan menghasilkan 3,3 Karbon Dioksida per 2.600 kilo kalori dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Sementara pelaku vegan rata-rata menghasilkan hanya 1,5 Karbon Dioksida per jumlah kalori yang sama.
Baca: Makan Berlebihan Bisa Picu Gangguan Mental sampai Mengganggu Kinerja Ginjal
Baca: Gara-gara Postingan Nyinyir Sang Istri, Perwira TNI Ditahan dan Dicopot dari Jabatannya
Baca: 5 Camilan yang Mendukung Progran Diet Anda
Namun, tak sedikit orang yang menilai harga produk organik terlalu mahal untuk dikonsumsi sehari-hari.
Helga tak menampik hal tersebut. Menurutnya, harga produk organik memang bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat produk sejenis yang non-organik.
"Organik memang sayangnya sekarang seperti hanya affordable untuk kelas menengah ke atas karena demand belum banyak, supply juga terbatas."
Hal itu diungkapkan oleh Helga seusai diskusi bertema perubahan iklim di Pusat Kebudayaan Italia di Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Mahalnya produk organik dikarenakan perbedaan proses produksi yang cukup besar. Apa sebabnya?
Helga mencontohkan para petani yang memproduksi bahan makanan untuk Burgreens.
Menurutnya, pola kerja petani tanaman organik dan biasa sangat berbeda.
Para petani tanaman organik harus bekerja setiap hari. Mereka juga harus secara manual menghilangkan hama yang mengganggu hasil tanam mereka.
"Kalau tidak pakai pestisida, ketika ada ulat mereka (harus hilangkan) pakai tangan satu persatu, mereka harus ke lapangan setiap hari jadi berbeda dengan conventional farm," ucapnya.