Kasus Reyhnard Sinaga, Efek Traumatis Korban Pemerkosaan Pria Lebih Tinggi Ketimbang Wanita
Menurut Reza, tekanan tidak hanya datang dari pengalaman dijahati secara seksual, tetapi juga dari 'kodrat' selaku jenis kelamin unggul
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa korban perkosaan Reynhard Sinaga begitu trauma hingga nyaris bunuh diri.
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan, efek traumatis lelaki yang menjadi korban kejahatan seksual tentu lebih tinggi dibanding yang lain.
Baca: Kasus Reynhard Sinaga Jadi Sorotan, Waspadai 8 Ciri Predator Seksual
Menurut Reza, tekanan tidak hanya datang dari pengalaman dijahati secara seksual, tetapi juga dari 'kodrat' selaku jenis kelamin unggul.
"Lelaki kadang dianggap sbg jenis kelamin yang lebih unggul. Baik secara fisik, psikis, dan sosial. Alhasil, relevan istilah double bahkan triple atau quadraple victimization," ujar Reza kepada Tribunnews.com, Selasa (7/1/2020).
Lalu apa yang perlu diberikan kepada korban berjenis kelamin lelaki?
Reza menjelaskan, secara normatif, rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial.
Rehabilitasi lewat hukum (therapeutic justice) juga menurut dia perlu untuk "mengobati" korban berjenis kelamin lelaki itu.
"Karena itu perlu rehabilitasi lewat hukum dengan cara menghukum pelaku seberat-beratnya dan membayar restitusi kepada korban," tegas Reza.
Kemudian apa yang perlu dilakukan lelaki ketika menjadi korban?
Reza menegaskan, perlu lebih berani melapor kejahatan seksual itu kepada aparat.
Tapi memang, kata dia, perlu kesadaran dan keberanian dari para korban untuk melapor.
Baca: Tanggapan PPI dan Respon Polisi Terkait Kasus Pemerkosaan Reynhard Sinaga di Inggris
Persoalannya, imbuh dia, di kantor polisi cuma tersedia Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
"Korban lelaki, baik kejahatan seksual maupun KDRT, bisa datang ke mana? Personel polisi siap melayani mereka tanpa bias?" ucapnya.
Korban Trauma Hingga Coba Bunuh Diri Karena Stres
Pejabat dari unit kejahatan khusus, Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain, menjelaskan bahwa perkosaan berantai ini adalah "kasus perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris".
Hussain menyampaikan, bukti menunjukkan kemungkinan korban dapat mencapai 190 orang termasuk 48 orang yang kasusnya telah disidangkan melalui empat persidangan terpisah mulai Juni 2018-Desember 2019.
Baca: Reynhard Sinaga Bisa Disebut Psikopat
Prosesi persidangan atas kejadian perkosaan dan kekerasan seksual ini, diketahui ada sejumlah tahap sidang yang harus dijalani.
Sidang tahap pertama dimulai pada tanggal 1 Juni-10 Juli 2018 atas 13 korban dengan 30 dakwaan perkosaan dan dua serangan seksual.
Tahap kedua dilaksanakan pada 1 April-7 Mei 2019 dengan mendatangkan 12 korban, dan tahap ketiga pada 16 September-4 Oktober 2019 dengan 10 korban.
Total terdapat 159 dakwaan atas 48 korban pria di mana sebagian korban diperkosa berkali-kali.
Seorang korban bersaksi dalam persidangan kedua mengaku sempat mencoba bunuh diri karena depresi parah setelah mengetahui bahwa ia diperkosa.
Baca: Meski Pernah Kepergok Warga, Tersangka Pencabulan 6 Bocah di Pademangan Tak Kapok Beraksi
Laporan psikologi dari Dr Sam Warner terkait korban perkosaan menunjukkan terjadinya "tekanan mendalam dan lama akibat kejahatan seksual" yang dilakukan Reynhard.
Reynhard juga mengambil barang-barang milik korban, termasuk telepon genggam, surat izin mengemudi, serta kartu bank dan mengunduh akun Facebook para korban dan disimpan dalam dokumen sebagai "cendera mata".