Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Kenapa Banyak Korban Kekerasan Seksual Enggan Lapor ke Polisi?

Banyak korban kekerasan seksual memendam pengalaman kelamnya dan enggan melapor kepada pihak berwajib.

Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Willem Jonata
zoom-in Kenapa Banyak Korban Kekerasan Seksual Enggan Lapor ke Polisi?
ibtimes.co.in
Ilustrasi korban perkosaan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Banyak korban kekerasan seksual memendam pengalaman kelamnya dan enggan melapor kepada polisi.

Dari kacamata psikologi, Dr Gina Anindyajati SpKJ, dari Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi & Trauma Psikososial FKUI-RSCM, menyebutkan beberapa faktor utama, misalnya anggapan masyarkat.

Umum diketahui, anggapan di masyarakat saat ini melaporkan kepada pihak berwajib sama saja dengan membuka sisi buruk seseorang.

Baca: Berbagai Dampak yang Dialami Korban Kekerasan Seksual dan Cara Membantu Mereka Mengatasinya

Baca: Jejak Perjuangan Ria Irawan Melawan Kanker, Semangatnya Bisa Dicontoh

Baca: Isak Tangis Suami Pecah, Begini Permintaan Mayky Wongkar ke Pelayat Demi Ria Irawan

“Jadi korban itu susah, dengan nilai budaya yang ada menjadi korban itu artinya membuka aib,” ungkap dr. Gina saat ditemui di Gedung IMERI FKUI, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020).

Terlebih jika pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat seperti anggota keluarga akan ada dilematik untuk meneruskan kasus.

"Contoh yang paling sering kami dapatkan misalnya ada kasus kekerasan seksual pada anak, anak ini dibawa oleh orang tuanya, kemudian diketahui pelakunya adalah adik dari ibunya,” tutur dr. Gina.

Berita Rekomendasi

"Dilema banget itu ngelewatinnya gimana, dateng ke rumah sakit aja sudah alhamdulillah,” sambung dr. Gina.

Baca: Tanggapan Aktivis Anti Kekerasan Seksual Terkait Kasus Predator Seks Reynhard Sinaga

Posisi sulit berikutnya adalah ketika yang melakukan kekerasan seksual adalah pasangan sendiri.

Tentunya dokter yang berusaha mendampingi korban untuk menenangkan dan membuat korban melaporkan tindakan tersebut juga jadi ikut dilema karena kembali lagi kepda keputusan korban.

“Pas ketika korban ngaku bahwa saya mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pasanganya. Itu untuk keluar dari siklus kekerasan itu tidak pernah mudah,” ucap dr. Gina.

Dr. Gina Anindyajati, SpKJ dari Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi & Trauma Psikososial FKUI-RSCM saat ditemui di di Gedung IMERI FKUI, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020).
Dr. Gina Anindyajati, SpKJ dari Divisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi & Trauma Psikososial FKUI-RSCM saat ditemui di di Gedung IMERI FKUI, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020). (Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy)

Kemudian saat melapor kepada pihak berwajib ada tahapan dimana korban menjelaskan kejadian kekerasan seksual menciptakan ketakutan tersendiri pada korban.

Pengulangan cerita kejadian kekerasan tentunya akan membangkitkan kembali rasa trauma korban yang membuat mereka memilih diam.

“Jadi trauma ini bukan cuma soal kejerasan seksual yang terjadi, tapi sistem juga membuat retraumatisasi itu terjadi,” ucap dr. Gina.

Maka sistem pemeriksaan sekali jalan atau one step center yang langsung menghadirkan pihak berwajib dan dokter-dokter terkait diharapkan jadi solusi agar para korban kekersan seksual mau buka suara.

“Jadi sekali jalan dokter kulit ada, dokter psikiatrinya ada, forensik ada, obgynnya ada, kalau perlu dokter bedah juga ada, sekalian periksanya. Jadi nggak ditanya berulang-berulang,“ ucap dr. Gina.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas