Jadi Barang Langka, Benarkah Penggunaan Masker 'Efektif' untuk Mencegah Virus Corona? Ini Kata Ahli
Masker menjadi langka sejak virus corona masuk di Indonesia, Apakah penggunaannya efektif untuk mencegah virus? Ini penjelasan ahli.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Sejak virus corona atau Covid-19 mewabah ke berbagai negara, masker menjadi satu di antara 'alat' pelindung.
Hal tersebut guna mencegah terjadinya penularan dari infeksi corona yang sudah masuk ke Indonesia.
Alhasil, masker menjadi sulit ditemukan di pasaran atau menjadi langka.
Bahkan kalaupun ada harganya bisa melonjak hingga berkali-kali lipat.
Lantas apakah penggunaan masker bisa efektif dan efisien untuk mencegah virus corona?
Baca: Ramai Imbauan Gunting Masker Sekali Pakai sebelum Dibuang agar Tak Dijual Kembali, Benarkah?
Dokter Spesialis Paru Anggota Kelompok Staf Medik (KSM) Paru RSUD Dr Moewardi Surakarta, Dr dr Reviono, SpP (K) menjelaskannya.
Menurut dr Revi, sapaannya, masker memiliki jenis dan fungsi yang berbeda-beda.
Ada dua jenis masker yang populer di kalangan masyarakat.
Yakni masker bedah dan juga masker N95.
"Masker bedah itu fungsinya untuk menahan cairan, bukan untuk debu."
"Kalau masker N95 itu memang bisa menahan partikel kecil seperti bakteri dan virus di udara."
"Efektifitasnya pun bisa menahan hingga 95 persen," terang Dokter yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas (UNS) Solo.
Baca: Virus Corona Positif Masuk Indonesia, Benarkah Covid-19 Mudah Menyebar? Ini Penjelasannya
Sedangkan dari sisi untuk keefektifan mencegah virus corona, dr Revi menjelaskan jika masyarakat harus memahami dulu bagaimana virus corona menular.
"Dari sisi efisiensi mencegah penularan virus corona, masyarakat harus paham tentang penularannya dulu," jelasnya kepada Tribunnews.com, Selasa (3/3/2020) malam.
dr Revi menuturkan bahwa tangan merupakan sumber infeksi untuk menularkan suatu virus.
"Bisa saja seorang penderita corona yang batuk atau bersin menutupnya dengan tangan."
"Kemudian dalam telapak tangan itu ada percikan ludahnya dan bisa memegang apa saja," tegasnya melalui kepada Tribunnews melalui sambungan telepon.
Ia menerangkan misal penderita itu memegang sesuatu maka virus bisa berpindah ke tangan orang lain.
"Yang paling sering kan misalnya memegang pintu, naik tangga, atau memencet nomor lift dan semacamnya."
"Itu bisa menyebabkan kuman yang ada berpindah ke tangan orang lain."
"Kemudian tangan tersebut memegang hidung, mulut atau mengucek mata itu bisa berpindah," tutur Dokter Spesialis Paru Konsultan itu.
dr Revi menerangkan bila penularan melalui kontak langsung adalah penularan terbanyak.
Baca: Istana Benarkan Soal Pasien Baru Tahu Terkena Corona Seusai Diumumkan Presiden: Situasinya Darurat
Meski begitu, lanjut dr Revi, ada jenis penularan lain yang kemungkinan menjadi penularan kedua terbanyak.
"Kedua yakni penularan dari droplet, yaitu penularan yang berpindah dari saluran nafas seseorang ke orang lain," ujarnya.
Untuk itu ia menerangkan jika pemakaian masker lebih disarankan kepada orang yang menjadi sumber penularan.
"Kalau sumber penularan menutup mulutnya dengan masker berarti orang lain aman karena sumbernya sudah tertahan," ujarnya.
Selain itu dr Revi menuturkan petugas kesehatan yang beresiko tinggi tertular virus corona lebih diutamakan pula untuk memakai masker.
"Kalau yang lainnya, yang tidak sakit dan beresiko tinggi tertular itu misalnya petugas kesehatan."
"Seperti perawat, dokter, atau petugas laboratorium itu beresiko tertular sehingga perlu mengenakan masker," tegasnya.
Selain petugas kesehatan, keluarga terdekat yang memiliki close contact dengan pasien pun beresiko tinggi tertular.
Untuk itu, dr Revi menyampaikan selain orang-orang yang beresiko tinggi tertular, penggunaan masker tidak begitu efektif.
"Kalau yang tidak beresiko tinggi itu tidak perlu (memakai masker -red) karena tidak efisien."
"Kalau mau memakai juga boleh saja tetapi tidak efisien," terangnya.
(Tribunnews.com/Maliana)