Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Perempuan Sering Hadapi Tekanan Lingkungan dan Sosok yang Kurang Mementingkan Diri Sendiri

Kaum perempuan sering disebut sebagai sosok yang masih kurang mempedulikan kesehatannya sendiri dan lebih mengutamakan

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Perempuan Sering Hadapi Tekanan Lingkungan dan Sosok yang Kurang Mementingkan Diri Sendiri
Fitri Wulandari/Tribunnews.com
Acara Peringatan Hari Perempuan Sedunia bertajuk 'Perempuan Indonesia, Perempuan Andalan', yang digelar brand kesehatan reproduksi Andalan, di Tribeca Park, kompleks Central Park Mall, Jakarta Barat, Minggu (8/3/2020) sore. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kaum perempuan sering disebut sebagai sosok yang masih kurang mempedulikan kesehatannya sendiri dan lebih mengutamakan kesehatan keluarganya.

Hal ini pun diakui Aesthetic Gynecologist Dr Dinda Derdameisya, Sp.OG dalam acara Peringatan Hari Perempuan Sedunia bertajuk 'Perempuan Indonesia, Perempuan Andalan', yang digelar brand kesehatan reproduksi Andalan.

Temuan tersebut ia peroleh berdasar pada laporan dari sebuah survey.

"Sebuah survey pernah mengungkapkan bahwa perempuan selalu menomorduakan kesehatan dirinya sendiri dan memprioritaskan kesehatan orang yang disayanginya, baik itu suami, keluarga, maupun anak," ujar Dinda, di Tribeca Park, kompleks Central Park Mall, Jakarta Barat, Minggu (8/3/2020) sore.

Menurutnya, faktor 'mendahulukan' keluarga itulah yang membuat para perempuan ini tidak terlalu mempedulikan kesehatannya sendiri, khususnya terkait reproduksi mereka.

Baca: Disebut Ikut Konsumsi Happy Five, Ririn Ekawati Negatif Narkoba Senin, 9 Maret 2020 07:59 WIB

Baca: Remaja SMP Bunuh Bocah 6 Tahun, Biasa Lempar Kucing dari Lantai 2 hingga Bunuh Hewan Tanpa Alasan

Baca: Kemenkes Sebut Pasien Sembuh Virus Corona Bisa Kembali Tertular

Baca: Gus Andyka Disebut Sempat Menduduki Batu Keramat di Gunung Batur Sebelum Tewas Terjatuh ke Jurang

Ini akhirnya berdampak pada munculnya gangguan kesehatan pada organ tersebut.

Berita Rekomendasi

"Hal ini juga membuat perempuan akhirnya mengabaikan tentang kesehatan reproduksi mereka, dan pada akhirnya mereka sering mengalami berbagai gangguan kesehatan terkait dengan organ reproduksi," kata Dinda.

Penyakit yang dialami para perempuan ini biasanya terkait masalah menstruasi dan keputihan akibat stress, komplikasi kehamilan, hingga kondisi lainnya akibat kurangnya kesadaran perempuan terkait betapa pentingnya kesehatan reproduksi.

Dinda menjelaskan bahwa perempuan memiliki keistimewaan untuk bisa hamil dan melahirkan, ini yang seharusnya menjadi catatan penting.

"Padahal perempuan memiliki anatomi reproduksi yang sangat kompleks, berbeda dengan laki-laki. Karena perempuan memiliki anugerah untuk bisa hamil, sehingga hal tersebut perlu direncanakan dengan baik," jelas Dinda.

Sementara itu Psikolog Analisa Widyaningrum menjelaskan bahwa menjadi perempuan andalan bukan merupakan perkara mudah.

Hal itu karena mereka kerap memperoleh tekanan dari lingkungan sekitarnya.

Mulai dari pertanyaan 'kapan menikah hingga kapan punya anak'.

"Bahkan (tekanan) dalam situasi terkecil, misalnya menentukan kapan ingin menikah, memiliki anak, memiliki berapa banyak anak, penentuan gizi dan edukasi anak, serta hal-hal lainnya," jelas Widyaningrum.

Ia pun berharap para perempuan ini bisa saling mendukung dalam menjalani setiap peran mereka, baik di rumah maupun masyarakat.

"Untuk itu, sudah saatnya kita sebagai perempuan saling memberikan dukungan, menjadi sahabat serta penyemangat satu sama lain, tidak menjatuhkan serta menerima adanya perbedaan sudut pandang," kata Widyaningrum.

Widyaningrum kembali menekankan harapannya agar para perempuan bisa menjadi sosok yang kuat, mencintai dan menghargai diri sendiri, serta menginspirasi dan menjadi sahabat bagi perempuan lainnya.

Sebagai sosok yang telah dan akan melahirkan generasi penerus bangsa, permasalahan kesehatan reproduksi turut menimbulkan kekhawatiran bagi mereka.

Berbagai survei dan laporan pun menunjukkan sejumlah masalah yang dialami kaum perempuan terkait kesehatan.

Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017, menunjukkan bahwa dari 4,8 juta kelahiran di Indonesia setiap tahunnya, hanya 52 % bayi di bawah umur 6 bulan yang menerima ASI Eksklusif.

Hal ini dipicu satu diantaranya oleh faktor stres yang dialami para ibu dan tidak adanya dukungan sosial untuk mereka.

Data dari survei yang sama juga menunjukkan bahwa 7 % dari perempuan berusia muda yang memiliki umur antara 15-19 tahun telah menjadi ibu.

5 % diantaranya sudah melahirkan, sedangkan 2 % lainnya sedang mengandung anak pertama.

Kemudian berdasar pada data yang dimiliki Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2016 menyatakan 300 ibu meninggal setiap minggunya karena hal yang berkaitan dengan kehamilan maupun pada saat mereka melahirkan.

Sementara data dari laporan HIV triwulan II tahun 2019 Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini ibu rumah tangga masih menjadi salah satu kelompok yang rentan terinfeksi HIV.

Mirisnya, di antara mereka, rata-rata baru tersadar terkait status HIV-nya pada saat sudah terkena AIDS dan mayoritas dari perempuan tersebut tertular penyakit ini dari suami mereka.

Selanjutnya menurut laporan SDKI 2017,
terdapat 11 % perempuan Indonesia yang belum terpenuhi kebutuhannya dalam memperoleh kontrasepsi.

Hal ini karena mereka kesulitan mendapatkan akses terhadap alat tersebut.

Bahkan, larangan suami juga menjadi faktor penghalang bagi para perempuan ini untuk berkontrasepsi.

Sedangkan untuk pemberdayaan perempuan, terdapat sejumlah temuan terkait permasalahan ini.

Data dari SDKI 2017 menunjukkan bahwa masih ada 32 % perempuan yang percaya bahwa seorang suami dibenarkan untuk memukuli istrinya dalam keadaan tertentu.

Lalu laporan dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2020 Komnas Perempuan menyatakan bahwa pada tahun 2019, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 431.471 kasus atau meningkat 6% dari tahun sebelumnya.

Dari data tersebut, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi yang paling menonjol, disusul kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas atau publik.

Selain itu, kekerasan terhadap anak perempuan juga mengalami peningkatan sebesar 16 % pada tahun 2019.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas