Penelitian di China Sebut Obat HIV 'Kaletra' dan Obat Flu 'Arbidol' Belum Mampu Tangani Virus Corona
Penelitian di China Sebut Obat HIV 'Kaletra' dan Obat Flu 'Arbidol' Belum Mampu Tangani Virus Corona
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Kaletra kini masih sedang dipelajari dalam setidaknya 10 uji klinis aktif di seluruh dunia, menurut ClinicalTrials.gov.
Sementara itu Arbidol, obat yang dibuat di Rusia, bekerja melawan influenza dengan cara mencegah virus menyatu dengan sel-sel di dalam tubuh.
Meskipun telah menunjukkan beberapa kemanjuran terhadap influenza dan penyakit lain termasuk virus Zika, FDA belum menyetujui penggunaan Arbidol di AS.
Meskipun ada banyak jenis obat yang diteliti dan diujicoba untuk perawatan Covid-19, belum ada obat yang mampu melawan virus corona.
Sebuah studi pracetak baru (bukan peer-review) yang diposting hari ini menunjukkan, hydroxychloroquine (hidroksiklorokuin), obat antimalaria yang digembar-gemborkan oleh Presiden Trump, juga tidak menunjukkan manfaat bagi pasien virus corona.
Bahkan hidroksiklorokuin malah membuat beberapa di antaranya makin memburuk.
Studi Lain: Pasien Corona yang Diberi Hidroksiklorokuin Miliki Tingkat Kematian yang Lebih Tinggi
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, sebuah studi yang meneliti ratusan pasien di pusat kesehatan US Veterans Health Administration, Amerika Serikat, memberi temuan baru mengenai efektivitas hidroksiklorokuin sebagai obat virus Corona.
Studi menunjukkan, pasien Covid-19 yang diberi hidroksiklorokuin justru memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak menggunakan obat itu.
Selain itu, hidroksiklorokuin juga tidak mengurangi penggunaan ventilator pada pasien.
Dilansir CNN, penelitian telah dirilis di medrxiv.org pada Selasa (21/4/2020).
Baca: Klorokuin Obat Corona Siap 3 Juta Buah, Yuri: Warga Tak Perlu Membeli
Baca: Apa Itu Avigan? Obat Corona Asal Jepang yang Dipesan Jokowi Sebanyak 2 Juta Butir
Studi didanai oleh National Institutes of Health dan University of Virginia.
Dari 368 pasien yang terlibat, 97 pasien yang menggunakan hidroksiklorokuin memiliki tingkat kematian 27,8 persen.
Sementara itu, 158 pasien yang tidak menggunakan obat memiliki tingkat kematian 11,4 persen.