Tren DBD Saat Wabah Covid-19 Menyerang Usia Remaja, Ciri Khasnya Muntah Saat Minum Hingga Dehidrasi
Tren penyakit demam berdarah dengue atau DBD saat pandemi virus corona atau covid-19 menyerang anak usia remaja.
Penulis: Reza Deni
Editor: Anita K Wardhani
Mulya merinci juga gejala DBD yang patut diwaspadai, yakni wajah memerah, kepala sakit, nyeri belakang mata, muntah-muntah, mimisan, gusi berdarah, dan timbul bintik-bintik merah pada kulit.
"Jika demam tidak turun dalam tiga hari dan kurang minum, penderitanya akan mengalami gejala-gejala tanda bahaya. Ada tujuh tanda bahaya yang penting dan harus diwaspadai sebagai fase kritis, di antaranya sakit perut, lemas, pembesaran hati, penumpukan cairan, penurunan jumlah trombosit, peningkatan hematokrit," pungkasnya.
Kasus DBD Mengiringi Covid-19
Kementerian Kesehatan menjelaskan soal bahayanya penyakit demam berdarah (DBD) di masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung ini.
Dari catatan Kemenkes, provinsi yang memiliki kasus Covid-19 tinggi juga memiliki kasus demam berdarah yang juga tinggi.
"Kalau kita lihat saat ini yang tinggi adalah provinsi Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan yang kita tahu secara jumlah kasus Covid-19 tinggi" kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zonotik Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi dalam siaran BNPB, Senin (22/6/2020).
Adapun total kasus DBD, menurut Nadia, sebanyak 68 ribu kasus dengan kasus per hari sejumlah 100-500 kasus per hari.
Baca: Atiqah Hasiholan Anggap New Normal Keluar dari Kodratnya Manusia
"Biasanya kasus demam berdarah terjadi setahun itu pada bulan Maret. Namun mengapa kami melihat tahun berbeda, di mana pada bulan Juni kami masih mendapatkan kasus DBD yang cukup banyak. Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya," lanjut Nadia.
Di sisi lain, Nadia mengatakan kasus DBD di Indonesia menyebabkan kematian yang cukup tinggi.
"Jaid angka kematian kita saat ini sudah mencapai pada angka 346, dan itu sama gambaran-gambaran adalahnya provinsi yang tadi," ujarnya.
Pada awalnya, angka kematian akibat DBD dikatakan Nadia secara persentase adalah 50 persen. Namun, lambat laun Indonesia berhasil menekan angka kesakitan dan kematian tersebut.
"Bahkan, angka kematian yang tadinya 50 persen, sekarang bisa turun dengan angka di bawah 1 persen. Target kita tentunya tak ada kematian lagi," kata Nadia
Sementara itu, Nadia mengungkap kesakitan karena DBD sifatnya masih fluktuatif. Hal ini dikarenakan pada 2016, Indonesia mengalami kejadian luar biasa akibat DBD.
"Angka kesakitannya masih cukup tinggi, yang tadi di bawah 20 persen. Saat ini masih terus dipertahankan, tetapi jangan sampai di tahun 2016 itu terjadi lagi," kata Nadia
"Fenomena inilah yang terjadi. Artinya, memungkinkan seseorang kalau dia terinfeksi Covid-19, dia juga dapat berisiko terinfeksi demam berdarah. Pada prinsipnya sama, DBD juga penyakit yang belum ada obat dan vaksinnya belum efektif.salah satu upaya mencegahnya adalah kita mengindari gigitan nyamuk," pungkasnya