Orangtua Perlu Waspadai Praktik Eksploitasi Anak di Internet
Ancaman terselubung berupa kekerasan dan eskploitasi seksual banyak terjadi di dunia maya.
Penulis: Mafani Fidesya Hutauruk
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di masa pandemi Covod-19 ini orangtua harus lebih waspada dan ekstra hati-hati dalam mengawasi aktivitas anak khususnya saat anak mengakses internet.
Ancaman terselubung berupa kekerasan dan eskploitasi seksual banyak terjadi di dunia maya.
Baik anak laki-laki dan perempuan punya potensi sama menjadi korban dari pelaku kejahatan.
“Telah terjadi transformasi kasus kekerasan anak dan eksploitasi terhadap anak, yang sebelumnya bersifat offline saat ini bahkan lebih mudah dan banyak terjadi di ranah online terutama eksploitasi seksual anak. Anak laki-laki maupun anak perempuan punya potensi sama menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual. Tentu persoalan seperti ini menjadi tanggung jawab kita bersama,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta, dalam Webinar ‘Cegah Eksploitasi Anak di Media Online Selama Masa Pandemi Covid-19’ yang digelar Kementerian PPPA, Jumat (03/7/2020).
Baca: KPPPA Terima 3.279 Laporan Kekerasan dan Eksploitasi Anak di Seluruh Indonesia Sejak Januari
Deputi Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar menyatakan, yang harus diwaspadai tidak hanya penyebaran Covid-19, tetapi dampak dari aktivitas yang banyak dilakukan di rumah.
Baca: Kasus Eksploitasi Anak di Penjaringan: Diduga Dipaksa Temani 10 Pria Hidung Belang Per Hari
“Saat ini aktivitas anak banyak dilakukan di rumah seperti belajar dan bersosialisasi dengan menggunakan gawai. Orang tua harus waspada untuk menghindari hal-hal buruk terjadi pada anak saat mereka mengakses gawai dan internet, karena anak rentan menjadi korban eksploitasi online,” ujar Nahar.
Program Manager ECPAT Indonesia Andy Ardian menjelaskan ada beragam bentuk-bentuk eksploitasi seksual online pada anak.
Bentuk eksploitasi di antaranya materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual pada anak atau pornografi anak.
Selain itu, grooming online atau pedekate seperti bujuk rayu), kemudian sexting (pembuatan gambar seksual sendiri).
Kemudian pemerasan seksual (sextortion), dan live streaming untuk kekerasan seksual pada anak.
Menurut Andy, eksploitasi yang patut diwaspadai orang tua dan diingatkan kepada anak yakni grooming online.
“Pada grooming online, pelaku akan sangat mengenal diri anak karena mereka mengumpulkan informasi dan melihat jejak digital anak. Kemudian ada komunikasi yang dibangun untuk bisa meyakinkan anak hingga bisa masuk pada rahasia anak. Kalau pelaku berhasil membujuk pada tahap rahasia anak, biasanya kejahatan itu akan terus berlanjut sehingga pelaku meningkatkan komunikasinya ke arah seksual,” jelas Andy.
Menanggapi hal ini, Praktisi dan Ahli Parenting Indonesia Nyi Mas Diane Wulan menjelaskan jika peran orang tua sangat dibutuhkan.
Orang tua diharapkan mampu melindungi anak-anak dari tantangan era digital, namun tidak menghalangi potensi manfaat yang ditawarkan.
“Ajarkan mereka kemampuan digital yang baik dan benar, karena untuk membentuk ketahanan pribadi seorang anak di mulai dari keluarga. Orang tua perlu belajar pengasuhan di era digital, memberdayakan diri untuk melakukan pengasuhan yang positif dan efektif dengan mengarahkan anak berinternet yang aman” tutur Diane.
Menurut Program Koordinator ICT Watch Indriyanto Banyumurti, orang tua perlu memberi pemahaman pada anak agar mereka menjaga dirinya dari eksploitasi di media sosial serta menerapkan 7 (tujuh) langkah pengasuhan digital yang baik.
“Perkuat komunikasi dengan anak, bekali diri terus belajar, gunakan aplikasi parental control, buat aturan bersama dengan anak, jadi teman dan follower (pengikut) anak di media sosial, dan luangkan waktu bermain bersama anak di internet, serta jadilah teladan bagi anak. Jika anak menjadi korban eksploitasi online, beri dukungan dan segera minta bantuan ke unit layanan terkait atau laporkan ke pihak berwajib,” imbuh Indriyanto.
Hal ini didukung oleh Head of Public Affair Google Indonesia Ryan Rahardjo yang mengimbau untuk memprioritaskan anak-anak Indonesia memiliki literasi digital dan fundamental keamanan online yang kuat.
“Setiap hari kita sebagai orang tua tidak bisa 24 jam bersama anak. Alih-alih menangkap anak melakukan yang salah lalu sebagai orang tua kita mengambil sikap yang salah atau bahkan curiga berlebihan, orang tua sebenarnya bisa mengambil beberapa langkah. Pertama, melakukan percakapan terbuka atau dialog dengan anak. Kedua, membimbing anak cara menggunakkan internet secara positif. Lebih baik menjadikan anak kita sebagai pengguna internet yang bijak dan mampu mengambil keputusan yang positif untuk mereka sendiri bahkan saat kita tidak mengawasi mereka,” ujar Ryan.