Ingin Produksi Massal Kalung Anticorona, Kementan Diminta Fokus soal Ketahanan Pangan
Trubus Rahadiansyah, menilai apa yang dilakukan Kementan itu jauh di luar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian.
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari lalu Kementerian Pertanian (Kementan) memamerkan inovasi terbaru mereka yang membuat heboh jagat dunia maya. Kementan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengeklaim telah menemukan obat yang diklaim bisa mengurangi penularan virus covid-19.
Produk tersebut dikemas dalam bentuk kalung.
Dalam sebuah jumpa pers di kantor Kementerian Pertanian, Jumat (3/7) lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim kalung Balitbangtan Kementan ini mampu mematikan Covid-19, virus yang menyebar dari Cina ke seluruh dunia dan sampai saat ini para ahli kesehatan masih bekerja keras menemukan vaksinnya.
Baca: Kalung Eucalyptus Disebut sebagai Antivirus Covid-19, Ini Kata Akademisi UGM
Baca: Dikenakan Menteri Syahrul Yasin Limpo, Kalung Antivirus Corona Bikin Heboh, Ini Fakta-faktanya
Ia juga mengklaim kalung anticorona ini akan bisa diproduksi massal bulan depan.
“Ini antivirus hasil Balitbangtan, eucalyptus, pohon kayu putih. Dari 700 jenis, satu yang bisa mematikan corona hasil lab kita. Dan hasil lab ini untuk antivirus. Kami yakin bulan depan sudah dicetak, diperbanyak,” ucap Syahrul.
Syahrul menyatakan kalung ini bisa membunuh Covid-19 dengan kontak.
Kontak 15 menit bisa membunuh 42 persen Covid-19. Semakin lama kontak maka lebih banyak virus yang tereliminasi.
“Kalau setengah jam, dia bisa 80 persen,” klaim Syahrul.
Selain kalung, produk 'antivirus' ini juga hadir dengan dengan model oles ke bagian luar tubuh.
“Ini sudah dicoba. Jadi ini bisa membunuh,” sambungnya.
Rencana Kementan memproduksi massal kalung eucalyptus yang diklaim antivirus corona itu kemudian mengundang berbagai respons.
Di media sosial, banyak yang mengkritisi langkah Kementan ini. Banyak yang mempertanyakan klaim antivirus corona di saat upaya penemuan vaksin dan obat Covid-19 masih terus dilakukan.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menilai apa yang dilakukan Kementan itu jauh di luar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian.
Padahal menurutnya, ada banyak pekerjaan lain yang harus diselesaikan lebih dulu oleh Kementan. Terutama dalam hal mengatasi ancaman lain seperti krisis pangan.
Termasuk juga fokus terhadap program mencetak sawah sebagaimana yang ditugaskan Presiden Jokowi.
"Menurut saya itu memang di luar tupoksinya, harusnya dia malah justru ada situasi kemarau di beberapa daerah, krisis pangan. Waktu itu Pak Jokowi juga memerintahkan supaya ini mencetak sawah, itu maksud saya konsentrasi aja di situ," ujar Trubus, Minggu (5/7/2020).
Menurut Trubus, jika memang ingin berkontribusi dalam hal penanganan virus corona, ada banyak tugas lain yang semestinya bisa dikerjakan Kementan.
Baca: Kalung Anticorona Disebut Sebagai Antivirus Covid-19, Pakai Bahan Dasar Eucalyptus, Ini Manfaatnya
Seperti memberikan keringanan bagi petani yang terdampak berupa kompensasi pupuk hingga pemberian bibit yang berkualitas.
Ia menilai pekerjaan-pekerjaan tersebut jauh lebih sesuai dengan tupoksi Kementan dan tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Sebab, untuk urusan kesehatan sudah difokuskan kepada Kementerian Kesehatan.
"Harusnya Kementan misalnya menurunkan harga pupuk, kemudahan memperoleh pinjaman, benih berkualitas. Sifatnya yang seperti itu jadi menjamin ketersediaan pertanian, termasuk perkebunan juga, terkait buah-buahan, banyaknya buah-buahan yang impor," tuturnya.
Sementara anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, Achsanul Qosasi, mempertanyakan kebenaran khasiat kayu putih untuk membasmi virus corona.
Dia juga menyinggung soal tak dilibatkannya BUMN bidang farmasi dalam produksi kalung antivirus corona tersebut.
"Ini serius? Mohon para ilmuwan hebat berikan pendapatnya. Kok Kementan? Kenapa bukan Biofarma? Perusahaan vaksin milik Negara terhebat se- Asia (yang memproduksi)," tanya Achsanul seperti dikutip dari akun twitter pribadinya.
Terkait kebenaran khasiat kayu putih untuk menangkal virus corona, Achsanul menyarankan Kementan berkonsultasi ke Biofarma. Supaya dapat dibedakan antara obat atau jimat.
"Minimal tanya-lah ke Biofarma. Ini obat apa jimat?" ujarnya Anggota BPK itu.
Di sisi lain Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai tak ada relevansi antara kalung antivirus dengan paparan virus corona.
"Saya tidak melihat relevansi yang kuat antara kalung di leher dengan paparan virus ke mata, mulut, dan hidung," kata Dicky, Sabtu (4/7).
Ia mengatakan, penularan Covid-19 terjadi melalui beberapa mekanisme seperti droplet aerosol yang terhirup hidung atau melalui sentuhan ke mata dan mulut.
Meski eucalyptus diketahui memiliki potensi antiviral, Dicky menyebutkan riset tersebut dalam bentuk spray dan filter. Itu pun baru pada jenis virus terbatas yang sudah umum, bukan Covid-19.
Oleh karena itu, dia menganggap produksi produk eucalyptus yang ditujukan untuk mencegah virus corona terlalu dipaksakan dan berpotensi menimbulkan salah persepsi.
"Belum terbukti secara ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah tentang potensi mencegah virus SARS-CoV-2," jelas dia.
"Sebagai gambaran saja, obat anti-malaria yang salah satu senyawanya berasal dari tumbuhan perlu hampir 20 tahun untuk resmi diakui," lanjut Dicky.
Senada dengan Dicky, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam juga menyebut bahwa perlu riset panjang untuk mengklaim kalung eucalyptus yang akan diproduksi Kementan sebagai antivirus corona.
Oleh karena itu ia tidak sependapat jika kalung eucalyptus disebut sebagai kalung antivirus corona. Menurut Ari, kalung tersebut cukup disebut dengan kalung kayu putih atau kalung eucalyptus.
"Cukuplah disebut kalung kayu putih atau kalung eucalyptus atau kalung aromatherapy," kata Ari.
Bukan Obat
Menanggapi kontroversi mengenai kalung anticorona itu, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementerian Pertanian, Indi Dharmayanti kemudian memberi penjelasan. Ia menegaskan, riset tentang produk tersebut memang masih panjang.
"Sebenarnya bukan obat untuk Corona, karena riset masih terus berjalan. Tapi ini adalah ekstrak dengan metode destilasi untuk bisa membunuh virus yang kita gunakan di laboratorium. Toh sesudah kita lakukan screening ternyata eucalyptus ini memiliki kemampuan membunuh virus influenza bahkan Corona," tegasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (5/7).
Indi menegaskan pula bahwa klaim antivirus bukan berasal dari peneliti. Riset yang telah dilakukan masih dalam tahap in vitro, yang artinya belum diujikan pada manusia.
"Bukan, klaim kita yang di BPOM adalah jamu melegakan saluran pernapasan, mengurangi sesak tapi punya konten teknologi di mana kita buktikan invitro bias membunuh Corona model dan influenza, cenderung mengurangi paparan," jelas Indi.
Ia juga mengakui bahwa membuktikan potensinya pada Covid-19, masih dibutuhkan riset lebih lanjut.
"Iya, masih potensi Covid. Saya selalu bilang itu potensi semua wawancara tidak klaim itu antivirus kok. Itu berpotensi karena kita akan buktikan pengobatan Covid," lanjutnya.(tribun network/rey/dod/kps)