Sembuh dari Covid-19, Sebagian Pasien Keluhkan Masalah Kesehatan, Ada yang Kehilangan Memori
Dinyatakan sembuh dari covid-19, tak sepenuhnya membuat pasien terbebas dari keluhan.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Dinyatakan sembuh dari covid-19, tak sepenuhnya membuat pasien terbebas dari keluhan.
Di antara mereka dilaporkan mengalami gangguan kesehatan yang bervariasi. Misalnya, demam, kabut otak, kehilangan memori, mimisan, sesak napas, kehilangan penglihatan, dan lainnya.
Business Insider berbicara pada 80 orang yang memiliki gejala menetap tersebut.
Sementara kasus Covid-19 terus bertambah di banyak negara, jumlah pasien sembuh yang mengalami gejala menetap seperti mereka akan bertambah.
Baca: 115 Dokter Gigi Terpapar Covid-19, PDGI Sebut Profesi Itu Berisiko Tinggi karena Pasien Buka Masker
Elisa McCafferty, seorang pekerja asal Reading, Inggris, yang mengalami kondisi tersebut mengatakan, beberapa orang beruntung karena bisa pulih dalam beberapa pekan setelah dinyatakan positif.
Namun, tidak semua seberuntung mereka.
"Bagi kami pemulihan butuh waktu yang lebih lama," katanya, seperti dilansir Business Insider.
Cerita lainnya disampaikan oleh warga San Antonio, Amerika Serikat, Hector Martinez (33).
Sebelum terinfeksi Covid-19, ia mengaku tak memiliki masalah kesehatan mental namun kini ia merasakan kecemasan dan depresi.
Baca: Sri Mulyani Juga Sependapat, Pandemi Covid-19 Belum Tentu Selesai Meski Sudah Ditemukan Vaksinnya
Empat bulan setelah merasakan gejala pertama, ia masih merasa sakit, selalu merasa kelelahan dan mengalami kabut otak.
"Pada beberapa hari aku merasa bahagia tapi di beberapa hari lainnya aku merasa tidak memiliki perasaan apapun," ujarnya.
Martinez adalah seorang tukang listrik. Namun, ketika ia kembali bekerja pada Juli lalu, anehnya ia tidak mampu mengingat bagaimana cara memasang sakelar lampu.
Baca: Empat Langkah OJK Dukung Kebijakan Pemerintah dalam Mitigasi Covid-19
"Rasanya seperti aku pertama kali melakukannya. Aku menangis di perjalanan pulang dan berpikir, mengapa ini bisa terjadi padaku?" katanya.
Kini, ia hanya bisa bekerja beberapa hari dalam satu waktu dan merasa tidak aman tentang masa depannya.
Kurang diperhatikan
Sayangnya, gejala akibat virus korona yang menetap ini masih belum menjadi perhatian serius, seperti perlombaan untuk menemukan vaksin.
Namun, setidaknya beberapa dokter menyadari hal itu. Ahli saraf Svetlana Blitshteyn, misalnya, mengatakan pernah merawat beberapa pasien dengan kasus seperti Martinez.
Beberapa pasien datang ke kliniknya dengan gejala baru seperti kelelahan, pusing, kesulitan berdiri, jantung berdebar, sesak napas, hingga tidak mampu berolahraga seperti sebelumnya.
"Atau mereka juga mengalami sakit kepala, mati rasa, gangguan tidur, masalah kognitif, serta masalah suasana hati," ungkapnya.
Sementara ahli jantung Saiya Khan mengatakan, pasien dengan gejala kelelahan adalah salah satu gejala pasca-Covid yang sering ditemui pada pasiennya.
"Yang kami temukan adalah mereka merasa lelah luar biasa beberapa minggu atau bulan setelahnya," kata Khan.
Sebuah studi tentang gejala virus corona yang menetap menemukan bahwa pada 87 persen pasien setidaknya mereka mengalami satu gejala menetap.
Pada awal pandemi, otoritas kesehatan mengatakan bahwa pemulihan Covid-19 biasanya membutuhkan waktu sekitar dua minggu dan orang tua lebih berisiko tinggi.
Namun pada Juli, jelas bahwa 20 persen dewasa muda tanpa penyakit penyerta tetap menderita gejala, bahkan hingga tiga minggu setelah dites positif.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) kini menyadari bahwa Covid-19 dapat menyebabkan penyakit berkepanjangan. Elissa Miolene (27), warga New York City yang pernah terinfeksi Covid-19, juga merasakannya.
Ini sudah lebih dari 115 hari setelah ia dites positif, namun Elissa masih merasakan gejala-gejala yang sama.
"Bagiku, hidup saat ini adalah tentang bangun di tengah malam dan menangis karena aku merasakan sangat sakit tetapi tidak tahu kenapa," katanya.
Elissa dulunya adalah perempuan 20 tahunan yang aktif dan sehat.
Namun kini, ia harus mengandalkan terapi fisik virtual untuk mengatasi nyeri punggung dan dada yang dirasakannnya.
"Aku tidak tahu kapan aku akan lebih baik. Tidak tahu kapan aku bisa merasakan diriku sendiri lagi, atau kapan bisa melakukan hal-hal yang aku sukai lagi," kata dia.
Sementara itu, warga asal Boise, Idaho, Amerika Serikat, Stephen Smith (64) adalah salah seorang pasien yang memiliki gejala bertahan paling aneh.
Ia terkena infeksi Covid-19 pada Februari lalu setelah perjalanan dinas ke Asia.
Kemudian ia merasakan demam, infeksi usus, kerontokan rambut, jempol kaki membengkak, dan sakit kepala.
Tujuh bulan kemudian, ia masih merasakan sakit.
"Kau harus percaya bahwa ini serius dan berpotensi membuatmu sangat sakit, dan dalam beberapa kasus bisa membunuhmu," kata Smith.
Lebih dari lima bulan setelah terinfeksi dalam sebuah kapal pesiar, warga lainnya, McCafferty (48), juga masih merasakan gejala sesak napas dan sangat mudah kelelahan.
Ia mengaku kesulitan naik tangga untuk pergi ke toilet tanpa kehabisan napas.
"Ada hari di mana aku menangis tanpa alasan. Kondisi itu hanya akan membuatku marah," ungkapnya.
Hari-hari yang sangat buruk baginya adalah ketika ia merasa sangat tidak memiliki energi.
McCafferty mengaku bisa tidur selama sembilan hingga 10 jam pada malam hari, tetapi tulangnya masih terasa lelah ketika bangun.
Bahkan, ia bisa jatuh jatuh pingsan.
"Kemudian otakku seperti berkabut. Aku juga bisa berada di tengah-tengah kalimat saat berbicara denga klien atau temanku, lalu aku bisa benar-benar lupa dengan apa yang ku katakan," sambungnya.
Ketidakpastian ini sekarang menghantui ribuan orang yang bertanya-tanya apakah mereka sekarang memiliki kondisi kronis.
Mereka juga kerap bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengenai apa yang akan mereka lakukan dalam hidup dalam kondisi seperti itu.
"Jadi, setiap aku pergi tidur, aku selalu berdoa kepada Tuhan agar keesokan harinya kondisi menjadi lebih baik," kata Martinez.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Gejala yang Tersisa Setelah Sembuh dari Covid-19