Virus Corona Belum Berakhir, Kini Muncul Norovirus, Penyebab Wabah Diare di China, Ini Gejalanya
Wabah coronavirus yang bermula di Wuhan, China, akhir tahun lalu belum berakhir, kini muncul wabah lagi di negara itu.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Wabah coronavirus yang bermula di Wuhan, China, akhir tahun lalu belum berakhir, kini muncul wabah lagi di negara itu.
Dilaporkan sebanyak 11 kasus mahasiswa di sebuah universitas di Taiyuan, ibu kota Provinsi Shanzi, China dilaporkan positif terjangkit norovirus.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, (12/10/2020), sekitar 70 mahasiswa mengalami diare dan muntah-muntah.
Kemudian, Departemen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Taiyuan mengambil sampel 28 kasus mahasiswa tersebut untuk melakukan tes norovirus pada Rabu dan Sabtu (10/10/2020).
Hingga Minggu (11/10/2020), sebanyak 22 pasien yang mengalami diare dan muntah-muntah akibat virus ini maupun faktor lainnya, masih dirawat di rumah sakit.
Apa itu norovirus, gejala dan penyebabnya?
Melansi WebMD, norovirus awalnya disebut sebagai virus Norwalk, di mana wabah ini pertama kali dikonfirmasi pada tahun 1972.
Baca juga: Main Gadget di KRL Tingkatkan Risiko Penularan Corona, Virus yang Menempel Bisa Hidup Selama 5 Hari
Baca juga: Sering Dilakukan, Kebiasaan Mencampur Dua Makanan ini Bisa Berefek Negatif, Mulai Mulas Hingga Diare
Norovirus dianggap sebagai penyebab paling umum dari gastroenteritis akut (penyakit diare dan muntah) di seluruh dunia.
Penyebaran
Virus ini menyebar dengan mudah melalui makanan dan minuman dan dapat berdampak besar pada kesehatan masyarakat.
Menurut Pusat Pengendalidan dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS, rata-rata norovirus menyebabkan 19 juta sampai 21 juta kasus di AS per tahun.
Meski begitu, kasus infeksi norovirus umumnya terjadi pada musim dingin. Karena itu, orang-orang juga menyebutnya "infeksi muntah musim dingin".
Diketahui, virus ini dapat ditularkan hingga 8 minggu. Artinya, ada kemungkinan seseorang dapat menularkannya kepada orang lain.
Namun, biasanya infeksi ini semakin berkurang seiring waktu.
Dalam kebanyakan kasus, seseorang dapat kembali bekerja atau melakukan aktivitas setelah bebas dari gejala selama 48 jam.