Catatan 1 Tahun Jokowi - Ma'ruf, Saran Epidemiolog, Tiru Korea Selatan, Revolusi Sistem Kesehatan
Momentum satu tahun pemerintah Jokowi - Ma'ruf Amin jadi catatan tersendiri dari ahli epidemiologi. Duet pemimpin ini diharapkan melakukan revolsi kes
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Momentum satu tahun pemerintah Jokowi - Ma'ruf Amin jadi catatan tersendiri dari ahli epidemiologi. Duet pemimpin ini diharapkan melakukan revolsi kesehatan.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, berharap dapat serius merealisasikan perbaikan kualitas kesehatan masyarakat, terlebih kini Indonesia dilanda pandemi Covid-19.
"Saya juga ingin sampaikan pada pemerintah, saya mendukung Pak Jokowi dan Ma'ruf Amin agar menjadikan momentum pandemi ini sebagai perbaikan kualitas kesehatan," ungkap dia dalam talkshow yang digelar virtual, Rabu (21/10/2020).
Korea Selatan menurut Dicky Budiman bisa jadi contoh.
Baca juga: Sembilan Orang Meninggal Setelah Dapat Vaksin Flu di Korea Selatan
Baca juga: Kisah Anak Angkat Kelahiran Korea di AS, Temukan Ayah dan Ibu Kandung setelah 44 Tahun Terpisah
"Di layanan kesehatan Korea Selatan membuat banyak semacam revolusi sistem kesehatannya termasuk edukasi pada masyarakat jadi ketika virus ada, sudah ada semacam tombol darurat," imbuhnya.
Ia mengatakan, Indonesia dapat melihat negara tetangga seperti Korea Selatan yang memiliki kualitas penanganan pandemi terbaik di dunia.
Dicky menyatakan, Korea Selatan sangat siap menghadapi pandemi, dengan membuat banyak revolusi sistem kesehatan.
"Korea Selatan itu sistemnya sentralisasi. Ketika pandemi itu datang semua berjalan sangat efektif dan efisien merespon, termasuk ketika Pemilu segala macam sudah dipersiapkan makanya situasi covid-19 terkendali dan dan itu yang dilakukan," kata Dicky.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar pemerintah dapat menunda pelaksanaan pilkada lantaran kondisi Covid-19 belum terkendali.
Dicky memaparkan, Korea Selatan mampu melaksanakan Pemilu, karena protokol kesehatan masyarakat sangat ketat diterapkan.
Selain itu pemilu di Korea Selatan meminimalkan masyarakat berkumpul, di mana dilakukan kombinasi pengiriman lewat pos dan virtual.
"Melakukan pemilu seperti di Korea Selatan itu jika bawah 5% terkendali Covid-19 dan artinya kalau kita ingin belajar bisa melihat Korea bagaimana displin mereka," harapnya.
Penanganan Covid-19 Memerlukan Strategi Kombinasi, 3M, 3T, dan Vaksinasi
Pemerintah berencana melakukan vaksinasi Covid-19 mulai November ini. Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mendukung hal tersebut selama vaksin yang didatangkan dari luar negeri aman dan efektif.
Ia mengatakan, uji klinik fase III sesuai standar organisasi kesehatan dunia atau WHO memerlukan waktu 2-3 bulan.
"Berdasarkan jurnal ilmiah paling cepat kita bisa nunggu ada tidak efek samping 2 bulan atau kalau rekomendasi Who 3 bulan kalau di pertengahan tahun depan atau Kuartal pertama tahun depan kita mendapat jaminan mudah-mudahan itu dapat vaksinnya yang aman dan efektif," kata dia dalam talkshow virtual, Rabu (21/10/2020).
Meski demikian, ia mengingat pengadaan vaksin di seluruh dunia bukan menjadi akhir perlawanan terhadap Covid-19.
"Sejauh ini belum ada pandemi yang selesai dengan vaksin. Contohnya Ebola itu ditemukan vaksinnya 2 tahun lalu tapi masih ada. Jangan sampai terlalu euforia vaksin itu posisinya di jangka panjang dalam strategi pengendalian," ujar dia.
Untuk itu, ia berharap penerapan protokol 3M Covid- 19 yakni, Memakai masker dengan benar, Menjaga jarak aman 1-2 meter dan Mencuci tangan sesering mungkin.
Serta, 3T yakni Test, Trace, dan Treat, wajib tetap dilaksanakan.
"Tidak serta merta vaksin akan jadi peluru ajaib kita. Sekali lagi kita memerlukan strategi 3T dan 3M ini untuk dikombinasikan dengan strategi vaksinasi," harap Dicky.
Waspada Libur Panjang, Lebih Baik di Rumah Saja
Dicky Budiman juga mengingatkan, libur panjang akhir Oktober berpotensi menambah kasus positif Covid-19 hingga 30 persen.
Untuk itu, ia mengimbau agar masyarakat tetap berkegiatan di rumah.
"Jadi libur panjang ini punya potensi menyebabkan penambahan kasus.
Saya lihat libur pasca lebaran, ataupun HUT RI lalu dan Tahun Baru Islam, memang ada peningkatan di Indonesia," kata Dicky saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).
Menurutnya, penambahan kasus positif virus corona akibat libur panjang, tak hanya terjadi di Indonesia.
Negara seperti Amerika Serikat dan negara di Eropa pun mengalami lonjakan kasus sampai 30 persen.
Meski demikian, hal itu tidak terlepas dari situasi pengendalian pandemi di negara tersebut yang belum terkendali.
"Dalam hal ini misalnya Indonesia yang positif ratenya masih di atas 16%," kata dia.
Ia pun mendukung apa yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, agar masyarakat tetap berada di rumah.
"Saya dukung kalau bisa di rumah saja ya, apalagi sakit ya jangan kemana-mana. Level daerah Pemda ini bukan cuma imbauan, edukasi penduduk
di wilayahnya agar tidak keluar daerah ketika libur panjang seperti ini. Lebih memilih menghabiskan waktu liburnya di daerah itu," terang dia.
Jika pun ingin melakukan aktivitas liburan, ada baiknya tidak ke luar kota dan memilih tempat wisata bernuansa alam.
"Misalnya tujuan berlibur ke wahana yang relatif lebih minimal resikonya misalnya di alam terbuka, hutan lindung kalau misalnya ke pantai dan tentu juga menerapkan namanya protokol kesehatan," jelas Dicky.