Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Perlunya Kerjasama Lintas Sektoral Terkait Sosialisasi Kental Manis Bukanlah Susu

Sosialisasi dan mengedukasi masyarakat dilakukan terus menerus apalagi Indonesia ini luas sehingga akan bisa lebih efektif

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Perlunya Kerjasama Lintas Sektoral Terkait Sosialisasi Kental Manis Bukanlah Susu
Net
Ilustrasi Susu Kental Manis 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan prevalensi stunting masuk dalam major project Percepatan Penurunan Kematian pada Ibu, sebagaimana program prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN 2020 – 2024, dimana upaya Program tersebut juga merupakan salah satu upaya optimalisasi pembangunan manusia dan masyarakat melalui perbaikan gizi ibu dan anak.

Aktivis dan pemerhati gizi anak Yuli Supriati mengatakan, berbagai program pemerintah terkait Intervensi Spesifik (Bidang Kesehatan) dan Intervensi Sensitif (Non-Kesehatan) sejatinya telah banyak dilakukan.

Sayangnya upaya itu belum signifikan dalam menekan angka prevalensi stunting.

"Salah satu penyebabnya adalah belum adanya konvergensi program sasaran penerima manfaat yang fokus pada rumah tangga pada periode 1000 hari pertama kehidupan," kata Yuli Supriati dalam keterangan pers, Senin (16/11/2020).

Ia menilai lemahnya penanganan stunting di Indonesia karena tidak dilakukan secara menyeluruh.

Baca juga: Kunjungi Pemalang, Komisi IV DPR Apresiasi Program Kementan Atasi Stunting

“Penanganan stunting ini akan efektif kalau dilakukan lintas setoral, tidak hanya dibebankan kepada Kementerian kesehatan saja," katanya.

Stunting itu menyangkut gizi memang, tapi juga dipengaruhi oleh PHBS nya  lalu ketersediaan pangan di lingkungannya hingga bagaimana ekonomi keluarga,” jelas Yuli.

Berita Rekomendasi

Kekeliruan lain yang kerap terjadi di masyarakat adalah adanya anggapan stunting dan gizi buruk hanya di alami oleh masyarakat di daerah terpencil.

“Nggak usah jauh-jauh ke Papua atau NTT yang memang mereka masih terkendala akses, mau ke Puskesmas jalannya jauh.

Di Jakarta, ini ibu kota lho, masih banyak ditemui gizi buruk, dan lebih banyak lagi yang terancam gizi buruk karena orang tuanya tidak menyadari,” jelas Yuli.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan dan Biro Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2019 terdapat 430 balita kekurangan gizi yang mendapat perawatan.

Baca juga: Viral Video Konsumsi Nasi Campur Teh, Ini Tanggapan Ahli Gizi Pangan

Dari jumlah tersebut, sebanyak 61% merupakan pasien lama dan sisanya adalah pasien baru.

Sebelumnya, pada 2016, jumlah kasus balita kekurangan gizi bahkan mencapai 1.692.

Aktivis yang kerap turun ke masyarakat memberikan edukasi gizi langsung ke rumah-rumah warga ini menceritakan, dalam setiap kunjungannya ke daerah-daerah padat penduduk di ibukota, seringkali menemukan orang tua yang tidak menyadari bahwa sang anak terancam gizi buruk.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas