PBB Sudah Restui Ganja untuk Medis, Politisi Golkar Ini Bilang Banyak Mudharatnya!
"Saya menolak sekaligus meminta pemerintah untuk menolak keputusan PBB tersebut," kata politisi Golkar, Yahya Zaini
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini tidak setuju penghapusan ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia dan bisa digunakan untuk keperluan medis.
"Saya menolak sekaligus meminta pemerintah untuk menolak keputusan PBB tersebut. Lebih banyak mudharatnya untuk anak-anak bangsa kita," kata Yahya saat dihubungi, Jakarta, Senin (7/12/2020).
Menurutnya, restu Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait ganja, dapat disalahgunakan dan bisa merusak generasi muda.
"Tanpa ganja pun selama ini kita bisa melakukan pengobatan," kata dia.
Ia menilai, keputusan PBB tersebut tidak bersifat imperatif bagi anggotanya, apalagi keputusannya ditempuh dengan suara tidak bulat, alias melalui voting.
Hal itu tergantung sikap dan kepentingan dari masing-masing negara.
Baca juga: DPR AS Sahkan RUU Dekriminalisasi Ganja di Tingkat Federal
"Sebagai contoh, sampai sekarang Indonesia belum meratifikasi keputusan PBB tentang FCTC soal tembakau karena alasan kepentingan dalam negeri," paparnya.
"Saya minta pemerintah berhati-hati merespon masalah tersebut, karena akan menimbulkan penolakan yang keras dari masyarakat," sambung politikus Golkar itu.
Baca juga: Putusan PBB Soal Ganja, Rafli Kande : Ubah Ancaman Jadi Peluang
Komisi Obat Narkotika PBB (CND) mencabut ganja dan turunannya dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Dalam pemungutan suara oleh Komisi CND yang diikuti 53 negara anggota, menghasilkan 27 suara menyatakan dukungan dengan mengizinkan penggunaan ganja untuk tujuan medis.
Kemudian, 25 suara menyatakan keberatan dan satu suara abstain. Dengan demikian, ganja secara resmi keluar dari daftar narkoba berbahaya dan adiktif.