Mengetahui Bahaya Bisphenol A yang Terkandung Dalam Plastik
Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia dari plastik yang sering dikaitkan dengan risiko gangguan kesehatan.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia dari plastik yang sering dikaitkan dengan risiko gangguan kesehatan.
Plastik BPA disarankan tidak lagi dipakai untuk kemasan plastik minuman dan makanan. Apalagi kemasannya digunakan dalam keadaan panas dan dipakai berulang kali.
Menurut dr Dian Kristiani, Direktur Klinik Dian Perdana Medika, Jawa Tengah, mengingatkan tentang bahaya Bisphenol A yang terkandung di dalam plastik.
“Plastik BPA berbahaya bagi bayi karena terbukti dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker di kemudian hari. Sementara itu, penggunaan plastik BPA juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan berikut: sindrom ovarium polikistik (PCOS) persalinan prematur,” tutur Dr Dian Kristiani.
Baca juga: Galon Sekali Pakai Berpotensi Berdayakan Jutaan Masyarakat dengan Memungut dan Mendaurulang
Akan tetapi, menurut Dr Dian Kristiani, ketergantungan manusia kepada plastik sangat tinggi.
Maka dari itu harus pandai–pandai memilih plastik yang aman bagi kesehatan.
Begitu juga memilih makanan atau minuman, pilihlah yang sudah menggunakan plastik yang aman. Tidak menganudng BPA. Alias, BPA free.
“Bahan BPA merupakan bahan yang telah lama digunakan untuk mengeraskan plastik, termasuk botol minuman dan kotak tempat makanan yang dapat dipakai ulang. Bahan ini juga umumnya terdapat pada kaleng susu formula untuk mencegah karat, botol susu bayi, dan beberap perlengkapan balita,” tandas dr Dian Kristiani.
Baca juga: Produk Galon Plastik Air Minum Isi Ulang Dinilai Mengandung BPA
"Yang lebih bahaya lagi, kalau yang kita konsumsi sehari-hari, yaitu di galon kemasan isi ulang yang bahan galon-nya mengandung BPA," pesan dokter Dian.
Lebih jauh, menurut Iwan Nefawan, Ahli Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan mengatakan, Plastik BPA itu Bisphenol A adalah zat tambahan kimia untuk pembuatan kemasan plastik berbahan PVC (kode3) dan PC (kode 7).
“Hal itu bisa menimbulkan dampak kesehatan kalau dalam dosis rendah, salah satunya akan mneimbulkan perubahan permanen dalam organ kemaluan, meningkatkan kadar prostate, menurunkan hormon testoteron. Artinya kurang kuat untuk mendapatkan keturunan. Dia juga bisa menyebabkan kanker, terutama kanker payudara. Terutama pada kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, manula dan ibu hamil,” ungkap Iwan Nefawan.
Malah, menurut Iwan Nefawan, penggunaan BPA di dalam plastik sudah dilarang pihak Badan POM. BPA itu sangat berbahaya.
Semestinya sudah tidak digunakan lagi untuk kemasan minuman ataupun makanan.
“Enggak boleh karena BPA itu masuk kelompok mikroplastik, kecil sekali. Walaupun dalam waktu pendek tak menyebabkan dampak langsung, tapi ke depan bisa muncul dampak lainnya,” tanda Iwan Nefawan.
Lantas bagaimana solusinya?
Bagi negara–negara sudah maju sudah mengganti BPA dengan bahan lain yang lebih aman.
Sejak tahun 2010, misalnya, pemerintah Kanada sudah melarang penggunaan plastik BPA pada botol minum bayi. Penggantinya adalah BPS (bisphenol-S) dan BPF bisphenol-F (bisphenol-F).
Begitu juga Austria yang melarang BPA pada tahun 2011, Belgia (tahun 2012), Swedia (2012), Prancis (2012) dan Denmark (2013).
Melalui regulasi yang ketat dari pemerintah masing-masing, mereka sudah melarang penggunaan kemasan yang berbahan baku plastik BPA.
Di negara Perancis pemerintahnya telah melarang seluruh kemasan Plastik BPA.
Di Eropa, profil zat kimia pada plastik BPA telah dipelajari di Uni Eropa selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2016, dengan mengumpulkan data-data ilmiah, Uni Eropa mereklasifikasi BPA sebagai kategori reprotoksik 1B, dari reprotoksik kategori 2, oleh ATP-9 hingga Peraturan (EC) 1272/2008 tentang 'Klasifikasi, Pelabelan dan Kemasan Zat dan Campuran (Peraturan CLP) dan penggunaan kertas termal yang sudah dibatasi penggunaannya.