Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Hari TBC Dunia: Ini yang Harus Dilakukan untuk Capai Eliminasi TBC di Indonesia pada Tahun 2030

Di Indonesia sendiri, diestimasikan penderita TBC terdeteksi ada 845.000 kasus baru tiap tahun. 

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Hari TBC Dunia: Ini yang Harus Dilakukan untuk Capai Eliminasi TBC di Indonesia pada Tahun 2030
Warta Kota/Nur Ichsan
PENGOBATAN DI RAWA KUCING - Tim medis sedang melakukan pemeriksaan pada petugas kebersihan yang bertugas di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Rawa Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Jumat (11/4). Sebanyak 1000 petugas kebersihan yang bergumul setiap hari dengan sampah di TPA Rawa Kucing, yang kotor dan berbau busuk, ini beresiko besar terjangkit penyakit TBC, mereka membutuhkan pengobatan yang rutin untuk menekan dan mencegah penyakit yang berbahaya itu. (Warta Kota/nur ichsan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pada tanggal 24 Maret lalu, diperingati sebagai Hari Tuberkolosis Sedunia. Melansir dari laman resmi WHO, tahun ini Hari TB Sedunia mengangkat tema "The Clock is Ticking" yang memiliki arti jamnya berdetak.

Seperti tuberkolosis atau TBC. Penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala yang dirasakan biazanya berupa batuk yang berlangsung lama.

WHO sendiri telah menyatakan jika TB merupakan salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia.

Di Indonesia sendiri, diestimasikan penderita TBC terdeteksi ada 845.000 kasus baru tiap tahun. 

Di antara angka tersebut, ada 24.000 yang mengalami resisten obat.

Baca juga: Orang Indonesia Kini Lebih Pilih Idap TBC Ketimbang Covid-19

Hal ini membuat pencapaian jika Indonesia berada sebagai salah satu negara pengidap TBC tertinggi di dunia. Setelah India dan Tiongkok.

Berita Rekomendasi

Menurut Manajer Program Tuberkolosis Nasional, dr Imran Pambudi, MPHM, ada beberapa hal yang harus dilakukan jika ingin mengeliminasi TBC di tahun 2030.

Pertama memberikan edukasi yang tepat pada pasien dan keluarga.

Terutama soal proses pengobatan. Salah satu tablet yang diminum satu kali selama tiga bulan saja, kata Imran mendapatkan komplain hingga 60%. Hal ini menurutnya dikarenakan kurangnya edukasi. 

Kedua adalah mempercepat proses diagnosis hingga dapat memulai pengobatan.

Karena pemilihan obat harus disesuaikan pada kondisi pasien. Menjadi tidak mudah ketika pasien mengalami resistensi pada obat tertentu. Imran pun memaparkan jika di awal pandemi Covid-19, masyarakat harus menunggu hingga dua minggu untuk hasil diagnosis.

Baca juga: Penderita TBC di Indonesia Bertambah Hingga 845.000 Orang

Pengobatan yang terus ditunda malah menimbulkan 'godaan' baru. Entah dari internal mau pun eksternal.

Oleh karenya peningkatan jumlah labolatorium dan tenaga kesehatan yang mengobati TBC harus banyak. Sehingga tidak menimbulkan antrian dan hasil diagnosis dapat cepat didapat. 

"Saat ini kita punya alat memeriksa dengan cepat.

Indonesia bahkan sudah memiliki lebih 1200 alat untuk memeriksa pasien. Dan ini dapat dilakukan secara gratis," katanya pada live streaming yang diadakan oleh Klik Dokter dan Kementerian Kesehatan, Rabu (24/3/2021).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas