Menolong Korban Serangan Jantung? Begini Penjelasan Dokter Radityo Prakoso
Kisah Christian Eriksen yang terkena serangan jantung saat bermain di EURO 2020 masih menyita perhatian, khususnya pada pertolongan pertama
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah Christian Eriksen yang terkena serangan jantung saat bermain di Euro 2020 masih menyita perhatian, khususnya pada pertolongan pertama yang diberikan oleh rekan-rekannya.
Hal itu membuktikan bagaimana pemahaman akan pertolongan pertama pada korban serangan jantung sudah dipahami oleh pesepakbola profesional di Eropa sana.
Bagaimanakah mengetahui gejala dari serangan jantung?
"Pertama yaitu nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada. Ini disertai dengan rasa pusing, mau pingsan, muntah, nyeri seperti keinjak, keringat dingin yang banyak, serta disertai dengan sesak nafas," ungkap Dr.Radityo Prakoso, selaku dokter spesialis jantung pun memberikan penjelasan saat seminar virtual bersama KONI Pusat, Kamis (1/6/2021).
Dikatakan Dr.Radityo Prakoso, ketika ada teman yang mengalami hal seperti itu, jangan menunda, namun cepat ke dokter untuk diberikan pertolongan.
Namun, jika menemukan teman dengan kondisi henti jantung, maka pertama harus memastikan kondisi lingkungannya aman untuk melakukan resusitasi.
"Kondisi yang tidak aman maksudnya misalnya temannya mengalami hal tersebut akibat tersengat listrik, jadi listriknya mesti dimatiin dulu, atau di tempat berbahaya. Jadi mesti lingkungannya harus aman dulu," tambahnya.
Berikutnya adalah melakukan cek respon pada korban.
Namun, sebelumnya adalah mengaktifkan sistem emergency, atau meminta pertolongan orang lain.
"Sendirian tidak akan menyelesaikan masalah. Bisa menggunakan sosial media untuk meminta pertolongan. Setelah itu lakukan CPR. Namun untuk di zaman pandemi saat ini mesti hati-hati dan berikan perlindungan kepada penolong," tuturnya.
Radityo lantas menjelaskan teknik cek respon, yaitu melakukan tekukan pada bahu pasien sembari memanggil nama korban secara keras. Waktunya pun tak perlu menunggu lama, Jika tidak ada respon maka langsung telpon bantuan.
Berikutnya adalah teknik konpresi dada, pertama korban dibaringkan di tempat yang beralas keras.
"Dalam memindahkan korban juga mesti hati-hati, apakah korban ada trauma tulang belakang atau tidak, kemudian letakkan telapak tangan dibagian dada, dan tangan yang lain diatasnya, dan pastikan posisi siku lurus dan bahu tepat diatas tangan. Tekan dada korban dengan cepat, setidaknya 100-120 per menit, kemudian minimalkan interupsi dan harus konsentrasi pada CPR," jelasnya.
Berikutnya adalah membuka jalan nafas atau memberikan nafas buatan (nafas buatan tidak dilakukan di masa pandemi).
Jika ada AED (automated external defibrillator), maka bisa dipakaikan kepada korban.
"Setiap AED ada cara penggunaannya, dan langsung ditempelkan, dan tombolnya dipencet. Ketika pasien ada respon, maka dilakukan posisi mantap, dimana posisi tangan satu diangkat ke atas dan satu tangan menengadah ke pipi kemudian badannya dimiringkan untuk mencegah aspirasi," ujarnya.
Namun dalam menolong, jumlah personel pun mesti diperhatikan agar tidak sampai mengerumuni.