Waspadai Dampak Perubahan Cuaca pada Kesehatan Kulit dan Rambut
Perubahan cuaca ekstrem, peningkatan paparan sinar UV, dan perubahan habitat memicu sejumlah masalah pada kulit maupun rambut.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Konsekuensi dari perubahan iklim juga berdampak pada kesehatan kulit.
Perubahan cuaca ekstrem, peningkatan paparan sinar UV, dan perubahan habitat memicu sejumlah masalah pada kulit maupun rambut.
Untuk dermatologi, perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan insiden kanker kulit karena meningkatnya paparan sinar UV.
Baca juga: Bibit Siklon Tropis 90S Terpantau di Selatan Jawa Barat, BMKG Ingatkan Dampak Cuaca di Indonesia
Baca juga: Lagi Cari Kosmetik Korea dan Produk Kesehatan? Kunjungi Pameran di JIEXPO 24-26 November
Hal itu disampaikan, Dermatolog Arini Widodo saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (22/11/2021).
"Climate change bisa memiliki banyak dampak pada kulit. Climate change di negara tropis dampaknya belum terasa sebesar isu di negara non tropis," ujarnya.
Ia menuturan, kasus medis yang berhubungan dengan kulit di Indonesia tidak sebesar di luar, tetapi tentunya harus diwaspadai.
Kasus dermatologi akibat climate change lebih terasa pada negara yang lebih panas seperti Pakistan yang dapat mencapai suhu 52 derajat.
"Isu kesehatan termasuk kesehatan kulit akibat climate change lebih dirasakan rakyat di negara berkembang," ucapnya.
Arini memaparkan, kulit manusia terutama lapisan luar yaitu epidermis, adalah penghalang yang melindungi bagian dalam dari tubuh, sehingga kulit merupakan bagian tubuh yang paling terluar, terbuka dan terpapar dengan perubahan lingkungan eksternal.
"Kemampuan protektif kulit adalah terbatas, dan masalah timbul ketika paparan lingkungan melebihi batas dari kemampuan kulit," ungkap Dokter Arini.
Berikut dampak perubahan iklim terhadap kulit :
1. Radiasi Sinar UV
Salah satu efek iklim yang secara langsung berdampak pada kulit manusia adalah radiasi ultraviolet (UV).
Tren berjemur saat ini meningkatkan papqran kulit terdahap sinar UV.
Kurangnya paparan radiasi UV telah dikaitkan dengan kekurangan vitamin D, sementara paparan berlebihan dikaitkan dengan peningkatan insiden karsinoma, melanoma maligna, dan jenis kanker kulit lainnya .
Sunburn atau kulit terbakar juga merupakan isu yang perlu diperhatikan, sering kali terjadi karena pajanan UVB yang tinggi pada kulit.
Naiknya suhu dapat memperkuat paparan UV, peningkatan suhu per derajat selsius akan meningkatkan sekitar 2 persen dosis UV.
Faktor penting lainnya dalam paparan sinar UV adalah lapisan ozon atmosfer. Lapisan ozon adalah bagian stratosfer bumi, berfungsi sebagai perisai yang melindungi permukaan dari radiasi UV. Saat ini tejadi penipisan lapisan ozon yang meningkatkan paparan sinar UV.
2. Peningkatan Polusi Udara
Peningkatan polusi udara memiliki efek besar pada kulit manusia.
Seiring dengan radiasi ultraviolet (UVR), kulit terkena udara polutan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH), senyawa organik yang mudah menguap(VOC), nitrogen oksida (NOx), partikel (PM), ozon (O3), dan zat lain seperti:yang ditemukan dalam asap rokok.
Polutan udara dapat sangat mengganggu fungsi normal lipid, DNA, dan protein dalam kulit manusia melalui kerusakan oksidatif.
" Paparan polusi udara pada kulit telah dikaitkan dengan kondisi kulit inflamasi atau alergi seperti: dermatitis atopik, eksim, psoriasis, dan jerawat, serta serta penuaan kulit dan kanker kulit," ujar dokter Arini.
3. Cuaca Ekstrim dan Klimatologi
Frekuensi kejadian bencana alam meningkat dari waktu ke waktu, Tsunami laut dari India, Badai Katrina, hingga gelombang panas di India dan Pakistan.
Di Indonesia sendiri berpotensi terjadi peningkatan penyakit kulit akibat banjir.
Contoh kasus kulit akibat bencana alam yang dilaporkan di luar negri antara lain:
Penyebaran bencana alam telah mengubah literatur tentang infeksi kulit. Setelah Badai Katrina pada tahun 2005, Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan (CDC) melaporkan infeksi luka dengan Staphylococcus resisten methicillinaureus (MRSA), Vibrio vulnificus, dan Vibrio parahaemolyticus di antara penduduk lokal dan tinea corporis (jamur kulit), folikulitis (infeksi bakteri kulit), miliaria (biang keringat), dan gigitan serangga di antara personel penyelamat.
Tsunami Samudra Hindia Desember 2004, terjadi kasus-kasus baru kondisi dermatologis yang terkait dengan banjir. Penyakit yang resistan terhadap banyak obat,infeksi polimikrobial, dan patogen lain yang tidak biasa, seperti Burkholderia pseudomallei, Cladophialophora bantiana, dan abses Mycobacterium, ditemukan setelah terpapar air tawar yang terkontaminasi oleh banjir.
Kemudian, dalam laporan lain, Hiransuthikul et al. menemukan 515 (66,3%) penyintas tsunami dengan trauma luka didiagnosis dengan infeksi kulit dan jaringan lunak, yang terbanyak karena spesies Aeromonas.
4. Cuaca Ekstrem
Anak-anak di kota Jacobabad, mengalami masalah kulit serius seperti sunburn (kulit terbakar) yang kemudian terjadi komplikasi akibat infeksi akibat hygiene yang buruk.
Anak-anak dan dewasa juga mengalami biang keringat. Tidak sedikit kasus heat stroke, yaitu kondisi yang terjadi akibat overheating (badan terlalu panas), biasanya terjadi akibat suhu di atas 40 derajat.
Di Jacobabad, Pakistan suhu dapat mencapai 52 derajat celcius.
5. Pemanasan Global dan Kulit Menular
Perubahan lingkungan karena pemanasan global dapat mengubah pola dan dinamika penyakit.
Seiring dengan globalisasi dan pergeseran demografis, perubahan iklim akan menjadi salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi wabah patogen di masa depan.
Iklim yang memanas akan mendorong penyakit yang sebelumnya terbatas di dataran rendah dan daerah tropis menjadi terdapat di dataran tinggi.
Mengobati wabah penyakit, potensi resisten terhadap antimikroba, akan menjadi tantangan untuk profesional kesehatan termasuk dokter kulit.
Kekeringan dapat menyebabkan masalah kulit.
Misalnya kekurangan air untuk kebersihan pribadi dapat menyebabkan penyakit kulit seperti kudis dan impetigo (infeksi bakteri kulit).
6. Paparan Sinar Matahari Terhadap Rambut
Paparan sinar matahari menyebabkan rambut menjadi kering, tekstur permukaan kasar, kilau berkurang, kekakuan dan kerapuhan rambut, serta perubahan warna.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron rambut yang terkena sinar matahari menunjukkan pecahnya lapisan luar kutikula atau bahkan disintegrasi seluruh lapisan kutikula dan terjadi pemisahan pada ujungnya.
Kerusakan protein dan lipid pada kutikula serat rambut disebabkan oleh UVA dan UVB. Perubahan merugikan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari ditingkatkan oleh kelembapan, sehingga rambut peselancar, yang terkena sinar matahari dan terkena air asin, sering rusak dan warna rambut menjadi berubah.
Hilangnya warna rambut disebabkan oleh kerusakan granula melanin. Perubahan warna lebih sering terlihat pada rambut merah dan orang berambut pirang karena pheomelanin lebih sensitif terhadap degenerasi daripada eumelanin.
Rambut putih dan uban bahkan lebih rentan. Rambut cokelat cenderung menjadi kemerahan sedangkan rambut pirang/putih berkembang menjadi kuning.
Sehingga kerusakan lebih minimal terjadi pada rambut hitam seperti rambut Indonesia.