Ahli Epidemiologi Prediksi Gelombang Panas Bisa Terjadi di Indonesia dalam Waktu Dekat
Ahli Epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyebut bukan tidak mungkin 'Heat Wave' atau gelombang panas bakal menyerang Indonesi
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia belakangan dikejutkan dengan kemunculan gelombang panas di India yang menyebabkan banyak lansia kehilangan nyawa. Suhu di negara Bollywood tersebut melonjak drastis bahkan hingga 40 derajat celsius.
Ahli Epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyebut bukan tidak mungkin 'Heat Wave' atau gelombang panas bakal menyerang Indonesia.
"Bandung yang suhunya 18 atau 19 derajat celsius nanti bisa ekstrem bisa nanti 30 derajat celcius bahkan kota-kota di pinggir pantai bisa di 40 derajat celcius lebih itu akan bisa kita rasakan dalam waktu yang dekat," ujar Dicky saat berbincang dengan Tribun, Rabu(11/5/2022).
Baca juga: Suhu Udara Capai 36,1 Derajat Celcius, Berikut Penjelasan BMKG soal Cuaca Panas di Indonesia
Baca juga: Waspada Cuaca Panas Terjadi hingga Pertengahan Mei, BMKG: Bukan Gelombang Panas
Ancaman gelombang panas tersebut kata Dicky bisa terjadi jika pemerintah tidak mengubah atau mengacu kepada pendekatan 'One Health Approach'.
Yang dimaksud dengan 'One Health Approach' adalah mengacu kepada International Health Regulation(IHR) yang sudah direvisi pada tahun 2005 silam.
Tidak hanya itu, penataan ekosistem hewan dan manusia harus segera diperbaiki dan dimulai dari sekarang akibat adanya pemanasan global atau perubahan iklim.
Dampak pembangunan secara besar-besaran membuat ekosistem lingkungan rusak. Ekosistem yang rusak lanjut Dicky bisa memunculkan banyak masalah dan kerawanan.
"Lingkungan manusia dan hewan harus kita perbaiki nah ini yang harus dimulai dari sekarang dan yang ini tidak mudah ya karena seringkali dikalahkan oleh kepentingan ekonomi dan politik yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang tidak berwawasan lingkungan tapi lebih ke wawasan pembangunan. Sebenarnya wawasan lingkungan sudah digaungkan sejak era orde baru tapi pada gilirannya banyak ekosistem kita rusak dan pada glirannya ini mengubah pola penyakit menimbulkan kerentanan kerawanan," kata Dicky. (Willy Widianto)