Ramai Kabar Soal Bahaya BPA, Benarkah Berpengaruh Pada Kesehatan Reproduksi?
Beberapa waktu belakangan ini, muncul kabar soal bahaya kesehatan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon karena mengandung Bisfenol A (BPA)
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Beberapa waktu belakangan ini, muncul kabar soal bahaya kesehatan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon karena mengandung Bisfenol A (BPA).
Sesungguhnya tentang potensi bahaya BPA telah dilakukan kajian sejak lama. Baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
Isu ini menguat setelah BPOM berinisiatif untuk melakukan perubahan Perka BPOM No 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan.
Baca juga: Bahaya BPA Kemasan Plastik pada Kesehatan yang Perlu Diwaspadai
Jika ditilik tujuan revisi PerBPOM No 31 tahun 2018 terkait pelabelan BPA pada AMDK untuk melindungi kesehatan masyarakat dari potensi bahaya BPA.
Lantas, seperti bahaya BPA pun jadi bahan diskusi para praktisi kesehatan.
Potensi bahaya BPA terhadap kesehatan ini pun dikethaui dari berbagai penelitian baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Menurut Rafika Oktivaningrum dan Laila Fitria dari Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dalam penelitiannya yang berjudul 'Kajian Sistematis Dampak Pajanan Bisphenol A (BPA) terhadap Sistem Reproduksi dan Perkembangan Manusia' menyimpulkan dampak BPA terhadap sistem reproduksi manusia pria yang ditemukan pada studi observasional adalah penurunan kualitas sperma.
Juga disfungsi seksual berupa penurunan hasrat seksual, kesulitan erektil, kesulitan ejakulasi dan penurunan kepuasan seksual.
Baca juga: Tak Seperti Galon BPA, Sejumlah Penelitian Buktikan Plastik PET Aman untuk Air Minum Kemasan
Dampak pajanan BPA terhadap sel pada sistem reproduksi pria pada studi eksperimental in vitro adalah induksi proliferasi sel adenokarsinoma prostat dan kanker testis manusia.
Dampak pajanan BPA terhadap sistem reproduksi wanita yang ditemukan pada studi observasional adalah kegagalan implantasi, penurunan level estradiol dan jumlah oosit yang dikumpulkan (OCR) pada fertilisasi in vitro.
Dampak pajanan BPA terhadap sel pada sistem reproduksi manusia yang ditemukan pada studi in vitro adalah peningkatan proliferasi sel payudara serta deregulasi gen yang berkontribusi dalam tumorgenesis payudara, penurunan proliferasi pada sel endometrium.
Adapun dampak pajanan BPA terhadap perkembangan manusia yang ditemukan pada studi observasional adalah peningkatan perilaku depresi, kecemasan, agresif dan emosional yang reaktif serta gangguan sosial pada anak, outcome kelahiran.
Baca juga: Pakar Sebut Penolakan Regulasi Galon BPA Kaburkan Problem Sampah Plastik yang Sebenarnya
Sedangkan dampak perjalanan BPA terhadap perkembangan manusia yang ditemukan pada studi in vitro adalah aktifitas proapotosis dan penurunan proliferasi pada sel Choriocarcinoma serta meningkatkan mRNA CRH pada sel plasenta manusia.
Adapun menurut Badan keamanan pangan di Perancis (ANSES) melontarkan peringatan bahaya penggunaan bisphenol A atau BPA. BPA dikatakan bisa mengakibatkan janin bayi dalam kandungan terkena kanker payudara di kemudian hari.
ANSES mendesak agar perempuan hamil untuk menghindari makanan kaleng atau meminum air dari galon guna ulang yang terbuat dari polikarbonat karena merupakan sumber BPA.
Dalam laporan yang merangkum beberapa penelitian ilmiah global, ANSES mengatakan, "para pakarnya cukup yakin akan bukti yang merujuk pada risiko bagi janin dalam kandungan. 'Perempuan hamil yang terkena paparan BPA menimbulkan risiko bagi kelenjar susu pada bayi yang belum dilahirkan.
Pendapat Dokter
Isu tentang BPA bisa berdampak pada kesehatan repoduski turut menjadi perhatian dokter dan pakar kesehatan.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP juga mengatakan, bahwa hingga saat ini bahan Bisfenol A yang terdapat dalam kemasan plastik polikarbonat tidak terbukti menyebabkan kanker.
Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tidak perlu panik dan takut untuk mengkonsumsi AMDK galon.
“Saya harap tidak perlu khawatir, karena BPA yang ada di air kemasan itu buktinya masih sangat lemah untuk bisa menyebabkan kanker. Jadi, masyarakat belum perlu khawatir atau tidak perlu khawatir saat ini,” katanya dikutip dalam keterangannya, Rabu (17/8/2022).
Ia pun membagikan kiat untuk mencegah kanker itu adalah dengan minum air putih yang cukup, rajin melakukan gaya hidup sehat seperti berolah raga dan makan makanan bergizi.
Kementerian Kesehatan diketahui menyarankan agar masyarakat mengkonsumsi air minum sekitar 8 gelas ukuran 230 mililiter per hari atau hampir setara dengan dua liter. Dan air minum dalam kemasan (AMDK) guna ulang menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air minum setiap hari.
Lebih lanjut, isu bahwa AMDK galon yang menggunakan bahan plastik jenis polikarbonat berbahaya bagi kesehatan manusia, dimana BPA dapat bermigrasi ke dalam airnya jika terpapar panas matahari juga turut ditanggapi dokter spesialis obstetri dan ginekologi sekaligus Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Jawa Barat, Dr. Muhammad Alamsyah Aziz, SpOG (K), KIC, M.Kes.
Ia mengatakan hingga saat ini belum ada laporan kasus gangguan kesehatan pada ibu hamil maupun kepada janin yang berkaitan dengan konsumsi AMDK guna ulang atau galon berbahan Polikarbonat.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian pakar yang menyebut kan bahwa tingkat migrasi BPA dalam kemasan galon sangat kecil.
“Jadi, sampai saat ini Bisfenol yang ditemukan di dalam air akibat migrasi dari kemasannya itu sangat rendah sekali. Masih dalam batas ambang aman, baik itu yang sudah dikeluarkan BPOM dan WHO. Baik itu data-data yang kita temukan,1000 kali lebih aman dibanding batas ambang. Jadi, jangan khawatir untuk mengkonsumsi air dari galon,” katanya mengutip CNN Insider baru-baru ini.
Di tempat terpisah, Dosen Biokimia dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB), Syaefudin, PhD, mengungkapkan, BPA yang tidak sengaja dikonsumsi para konsumen dari kemasan pangan akan dikeluarkan lagi dari dalam tubuh.
Menurutnya, BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh itu akan diubah di dalam hati menjadi senyawa lain sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan lewat urin.
“Sebenarnya BPA ini memiliki biological half life atau waktu paruh biologisnya. Artinya, ketika BPA itu misalnya satuannya 10, masuk dalam tubuh, dia selama 5-6 jam akan cuma tersisa 5. Artinya yang setengahnya lagi itu dikeluarkan dari tubuh. Artinya, yang berpotensi untuk menjadi toksik dalam tubuh itu sebenarnya sudah berkurang,” tuturnya.
Dari sisi seorang biokimia, menurut Syaefudin, uji BPA setelah dikonsumsi itu sangat perlu dilakukan.
“Makanya yang perlu dicek sekarang itu adalah kondisi kita itu seperti apa sih dengan regulasi yang ada sekarang. Sebenarnya paparan eksisting kita itu berapa setelah berada di dalam tubuh. Kalau sudah tahu paparannya ini baru bisa jadi argumentasi yang logis untuk industri maupun masyarakat. Selama data ini tidak ada, BPOM tidak bisa lantas mengatakan bahwa BPA kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan,” katanya.
“Jangan-jangan, half life yang 5-6 jam itu mampu sudah mereduksi BPA itu,” tambahnya.
Ia pun menyarankan agar selain melakukan uji existing terhadap air, diharapkan BPOM juga mengecek kembali kondisi riil jumlah orang di seluruh Indonesia yang telah mengkonsumsi air AMDK guna ulang itu, yang paparan BPA di dalam tubuhnya melebihi batas aman yang sudah ditetapkan sebesar 0,6 bpj.
“Setelah itulah baru BPOM bisa membuat kesimpulan. Tapi sebelum itu dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan BPA dalam galon guna ulang itu berbahaya,” ucapnya.
( Tribunnews.com/Rina Ayu/Anita)