VIDEO Penjelasan Dokter Paru Soal Efek Gas Air Mata pada Penderita Asma: Bisa Berujung Gagal Napas
Gas air mata dapat berdampak serius bagi penderita asma atau atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerusuhan di penghujung laga Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, menyisakan duka begitu dalam.
Dilaporkan rata-rata korban mengalami sesak napas karena gas air mata dari polisi, yang membuat supporter berlarian menuju pintu kelur dan kemudian berdesak-desakan.
Berdasarkan laporan kepolisian setempat tercatat 125 orang meninggal dalam peristiwa tersebut.
Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan gas air mata dapat berdampak serius bagi penderita asma atau atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan hal itu pada Minggu (2/10/2022).
Pasalnya, terdapat sejumlah kandungan bahan kimia pada gas air mata seperti chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).
Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan dampak gas air mata di paru, pada mereka yang memiliki penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat mengakibatkan serangan sesak napas akut.
"Bukan tidak mungkin berujung gagal napas atau respiratory failure," kata dia, Minggu (2/10/2022).
Secara umum gas air mata dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas.
Gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas. Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas atau respiratory distress.
Selain itu, ada gejala lain lain dirasakan seperti rasa terbakar di mata, mulut dan hidung.
Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan. Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi.
Meski, dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan.
"Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup," imbuh Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar FKUI ini.(*)