Tidak Hanya Ibu, Ayah Juga harus Terlibat dalam Program Edukasi Stunting
Meskipun pemerintah gencar memprioritaskan penanganan stunting namun pemahaman masyarakat terhadap isu ini tampaknya belum memadai.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meskipun pemerintah gencar memprioritaskan penanganan stunting namun pemahaman masyarakat terhadap isu ini tampaknya belum memadai.
Penelitian Health Collaborative Center (HCC) mengidentifikasi bahwa terdapat 4 pemaknaan stunting yang tidak tepat, kontradiksi daya beli pada pangan bergizi serta perilaku makan.
Responden mempersepsikan bahwa anak tidak rentan terkena stunting pada kehamilan yang kurang gizi.
Baca juga: 70 Persen Kasus Stunting Disebabkan Faktor Sensitif, BKKBN dan TNI AD Latih Babinsa
Kemudian responden tidak mempercayai bahwa bayi dengan berat lahir rendah rentan terkena stunting.
Ada juga yang tidak percaya stunting menghambat perkembangan otak atau kognitif anak, dan stunting dianggap tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua.
Peneliti utama dan Chairman HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK mengatakan, sebanyak 95 persen responden yang terlibat pada penelitian ini pernah mengetahui stunting dan 98% diantaranya percaya bahwa stunting terjadi di Indonesia.
"Ketika mendapatkan informasi tentang stunting, responden merasakan khawatir, takut dan sedih dan ini sejalan bahwa responden merasa terancam dengan adanya stunting namun 50 persen responden masih merasa lebih terancam dengan covid-19 dibandingkan dengan stunting.," kata Ray dalam paparannya kepada wartawan, Selasa (13/12/2022).
Masyarakat mempercayai bahwa stunting berkaitan erat dengan kehidupan keluarga (1032 dari 1599 atau 65%), namun tidak mempercayai bahwa stunting dapat disebabkan oleh pola asuh orang tua kepada anak (1014 dari 1646 atau 62%).
"Masyarakat lebih mempercayai bahwa stunting disebabkan karena asupan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak (900 dari 1650 atau 54,5%).
Di lain sisi, masyarakat juga berpendapat bahwa anak rentan terkena stunting karena keluarga tidak mampu membelikan pangan yang bergizi (858 dari 1648 atau 52%)," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Para Guru Ikut Cegah Terjadinya Stunting
Kondisi tersebut sejalan dengan perilaku pengaturan makan di keluarga yang mana lebih memilih memasak daripada membeli makanan untuk keluarga (1589 dari 1663 atau 95%).
Persepsi masyarakat tersebut juga dibuktikan dengan pemahaman masyarakat bahwasanya penyebab utama terjadinya stunting adalah pola makan, kemiskinan dan pengetahuan terkait stunting.
Sejalan dengan pemahaman responden tentang perilaku yang dianggap dapat mencegah stunting yakni mengatur pola makan yang seimbang untuk anak dan mencari tahu tentang stunting.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.