12 Provinsi Tetapkan KLB, Kasus Suspek Campak Naik 32 Kali Lipat
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyebut ada 12 provinsi yang menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus campak.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyebut ada 12 provinsi yang menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus campak.
"Ada 12 provinsi yang menetapkan status KLB," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Tribun Kamis (19/1/2023).
Baca juga: IDAI: Kasus Campak di Indonesia Melonjak 32 Kali Lipat
Ia menyampaikan, kasus campak telah dilaporkan ada di 31 provinsi.
"Ada 3.341 kasus di tahun 2022 yang dilaporkan di 223 kabupaten atau kota dari 31 provinsi," ungkap dia.
Saat ini, kasus Ccampak tak hanya menyerang usia anak dan balita saja, namun juga segala usia.
"Dan campak ini harus diwaspadai semua umur ya," tuturnya.
Baca juga: Campak Lebih Menular daripada Covid-19, Bisa Menyebar ke 18 Orang
Hingga saat ini, belum ada satupun pengobatan yang ditemukan yang dapat mematikan virus Rubella yang masuk ke dalam tubuh seseorang.
Tidak ada satupun orang tua yang menginginkan anaknya menderita suatu penyakit atau mengalami kecacatan permanen seumur hidupnya.
Untuk itu, imunisasi merupakan langkah pencegahan, sekaligus perlindungan bagi anak-anak dari penyakit berbahaya.
Dilansir dari Kemenkes, campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan sangat mudah menular (ditularkan melalui batuk dan bersin).
Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/atau pilek dan/atau konjungtivitis yang dapat berujung pada komplikasi berupa pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Baca juga: Campak dan Rubella Berbahaya, Simak Cara Pencegahannya Agar Tak Berakibat Fatal
Penyakit campak atau rubella bisa menyerang siapa saja baik lelaki maupun perempuan.
Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A (K) mengungkapkan telah terjadi pelonjakan kasus suspek campak hingga 32 kali lipat.
Peningkatan hingga 32 kali lipat berdasarkan pemantauan di minggu pertama hingga minggu ke-52 di tahun 2022 dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Hal ini ditengarai karena cakupan vaksinasi Campak yang terus menurun.
"Semakin banyak yang tidak divaksinasi, semakin rentan risiko terinfeksi. Kekebalan pada infeksi juga bisa 'lupa' karena tidak melanjutkan vaksinasi, atau dinamakan immunological amnesia. Bahkan pada 2021 ada 132 kasus suspek, di 2022 ada 3.341 kasus," ujar dr Anggraini.
Selain itu, masyarakat dinilai sudah menganggap infeksi campak sudah hilang.
Sejak 2015 cakupan vaksinasi terus menurun hingga 2021 menyusut drastis, salah satunya efek pandemi Covid-19.
"Artinya memang bukan main," ujarnya.
Ia pun meminta masyarakat mewaspadai gejala dan pemicu penularannya. Bila terinfeksi campak, virus akan masuk ke tubuh kemudian ke darah.
Gejala campak tidak cukup di kulit saja, karena bisa juga muncul di mata, hingga saluran pencernaan.
"Yang paling buruk ke sistem imun, memang kalau dilihat kulitnya muncul lah ruam setelah demam, dia punya 3 fase gejalanya," jelas dr. Anggraini Alam.(Tribun Network/ais/rin/wly)