VIDEO EKSKLUSIF Gambaran Kondisi Stunting di Indonesia: Bali, Yogyakarta, DKI Cenderung Rendah
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo membeberkan sejumlah wilayah di Tanah Air yang menunjukan progres penurunan angka stunting.
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.(HC). dr. Hasto Wardoyo, SP.OG. mengatakan, pihaknya terus melakukan berupaya secara besar-besaran dalam menurunkan angka stunting di Tanah Air.
Termasuk, menyiapkan langkah-langkah strategis dan terukur dalam melakukan tindakan di lapangan.
Pasalnya, arahan Presiden Jokowi meminta agar angka stunting bisa di 14 persen pada tahun 2024 mendatang.
Hasto menyebut, bahwa pihaknya telah membangun infrastruktur dari tingkat pusat hingga daerah untuk menurunkan angka stunting sejak tahun 2022 lalu.
Tak hanya itu, dia mengatakan telah membentuk tim khusus yang bekerja untuk mempercepat angka penurunan stunting di Indonesia. Mulai tingkat pusat yang dikomandoi oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin hingga tingkat desa yang dikomandoi oleh kepala daerah atau kepala desa setempat.
Hal itu diungkapkan Hasto saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberiraan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor BKKBN, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
"Kita bentuk ada tim percepatan penurunan stunting di pusat, diketuai Tim pengarahnya Pak Wakil Presiden, Ketua Pelaksana saya, kemudian ada wakil ketua pelaksana dari Kementerian lembaga. Kemudian di daerah itu ada kepala daerah sebagai ketua pengarah, wakil kepala daerah sebagai ketua pelaksana," kata Hasto.
"Kemudian sampai di tingkat Desa, clear sampai hari ini di tingkat Desa pun sudah 97 persen terbentuk tim itu," sambungnya.
Mantan Bupati Kulon Progo ini juga membeberkan sejumlah wilayah di Tanah Air yang menunjukan progres penurunan angka stunting. Yakni, berada di Pulau Jawa, Pulau Sumatera hingga Bali.
Namun demikian, Hasto menyadari jika ada sejumlah daerah yang masih kesulitan untuk menurunkan angka stunting. Yakni, daerah-daerah yang berada di Indonesia bagian Timur.
Pria kelahiran 30 Juli 1964 ini juga menjelaskan soal aplikasi Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yang digunakan guna mendata angka stunting.
Di mana, aplikasi itu digunakan guna mensetralisasi angka stunting secara nasional guna melakukan evaluasi kinerja menekan penurunan stunting.
Selain itu, Hasto mengatakan bahwa tugas yang tak kalang penting dilakukan oleh jajajarnnya di BKKBN adalah mengubah cara berfikir atau mindset masyarakat. karena, pihaknya menemukan bahwa masyarakat tidak begitu peduli terkait asupan makanan bagi ibu hamil serta bayi yang baru lahir.
Berikut paparan langkap Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo terkait kinerja Lembaganya dalam menekan penurunan angka stunting saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra :
Meskipun angka pastinya belum keluar pasti, Pak Hasto bisa cerita daerah mana yang patut diapresiasi karena capaiannya sudah optimal, dan daerah mana yang perlu meningkatkan lagi supaya target di tahun 2024 datang, secara nasional tercapai?
Ya kalau lihat misalkan di Sumatera seperti daerah Sumatera Selatan ini bisa menjadi bagian dari pilot project, dari Sumatera Selatan gerakan-gerakan misalnya penurunan di beberapa daerah lumayan. Nanti kita lihat sebentar lagi angka akan kita keluarkan nanti kita lihat.
Di Jawa ini rata-rata, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah ini semua mengalami suatu penurunan angka stunting. Jadi provinsi yang ada di pulau Jawa ini mayoritas mengalami penurunan yang signifikan juga untuk stuntingnya. Sehingga secara nasional itu mudah-mudahan pulau Jawa dan di beberapa luar Jawa penduduk besar bisa membandul, sehingga kita berharap penurunannya cukup signifikan ketika di Pulau Jawa ini menurun.
Tetapi memang kalau kita bicara di daerah-daerah yang agak perifer seperti katakanlah Papua, kemudian di daerah NTT, termasuk NTB dan di daerah Sulawesi yang sebagian besar agak sulit. Seperti Sulawesi Barat itu daerah-daerah yang memang masih berat, angkanya masih bisa jadi naik.
Pak Hasto, tadi disebutkan ada beberapa daerah yang angkat stantingnya dari awal sudah rendah seperti di Provinsi Bali. Bagaimana ceritanya?
Ya kita tahu stunting ini banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor yang mempengaruhi adalah faktor sensitif. Faktor sensitif itu ada lingkungan, tempat tinggalnya, air bersih, jambannya. Sedangkan kalau faktor spesifiknya itu gizinya, sehatnya badan sakit atau tidak.
Nah, daerah-daerah katakanlah Bali, Yogyakarta, DKI ini kan stuntingnya cenderung rendah. Karena memang secara umum lingkungannya Bali, lingkungannya mayoritas sarana air bersihnya ada, kemudian rumahnya kumuh praktis tidak banyak, kemudian juga katakanlah jamban di Bali di daerah turis sudah hampir tidak ada. Bisa dibayangkan jika dibandingkan dengan daerah tertentu di luar Jawa yang masih BAB di sungai. Di Jawa saja masih ada daerah yang BAB di sungai. Ini kan beda sekali. Sehingga faktor penyebabnya seperti itu.
Saya ingin mendapat cerita, bagaimana progres dari penanganan stanting, seperti yang juga disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu yang lalu di Sentul, bahwa beliau bertekat dan memerintahkan supaya jajaran pemerintah tentu saja BKKBN untuk bisa mencapai target (14 persen di 2024) itu?
Jadi Pak Presiden sudah mengamanahkan Perpres, Perpresnya no 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting. Nah sejak Perpres itu dibuat, kemudian kami BKKBN sebagai koordinator membuat namanya rencana aksi percepatan penurunan stunting.
Kemudian setelah itu, kita bentuk infrastrukturnya dari pusat hingga daerah dalam hal ini katakanlah struktur dari organisasi manajemen untuk percepatan penurunan stunting itu. Kita bentuk ada Tim Percepatan Penurunan Stunting di pusat, diketuai tim pengarahnya Pak Wakil Presiden, ketua pelaksana saya, kemudian ada Wakil Ketua Pelaksana dari Kementerian/Lembaga. Kemudian di daerah itu ada kepala daerah sebagai ketua pengarah, wakil kepala daerah sebagai ketua pelaksana. Kemudian sampai di tingkat Desa, clear sampai hari ini di tingkat Desa pun sudah 97 persen terbentuk tim itu.
Nah, itulah progres yang dilakukan di Tahun 2022. Nah sambil jalan di tahun 2022 ini tentu program-program berjalan Jadi gerakan dari Bupati, Walikota untuk mendata menggerakan penimbangan harus lebih banyak lagi yang datang, supaya balita terukur dengan baik.
Kemudian alat-alat ukur yang tidak sesuai kemudian dibenahi karena ini menyangkut masalah ukuran, jadi supaya mendapat ukuran, potret yang tepat, supaya tidak salah diagnosis, salah ukur, maka alat ini harus dilengkapi juga dari Kementerian Kesehatan ini juga sudah membelanjakan alat ukur untuk antropometri.
Sehingga di tahun 2023 ini relatif sudah tinggal di berjalan karena sebagian besar keperluan dan infrastruktur meski belum 100 persen, tetapi sudah luar biasa.(*)