Pentingnya Program KB Bagi Pasangan Suami Istri, Termasuk Penggunaan Kontrasepsi
Penting bagi wanita untuk mengenal lebih lanjut mengenai kesehatan reproduksi mereka melalui pemberian pemahaman tentang perencanaan keluarga.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjalani program Keluarga Berencana (KB) tentunya tidak hanya memungkinkan pasangan untuk memiliki jumlah anak yang diinginkan, namun juga menentukan jarak kehamilan mereka.
Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan metode kontrasepsi dan pengobatan infertilitas.
Perlu diketahui, memperoleh informasi dan layanan kontrasepsi merupakan hal mendasar bagi kesehatan dan Hak Asasi Manusia (HAM) tiap individu.
Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dapat membantu menurunkan jumlah wanita yang mengalami kondisi kehamilan buruk dan kematian terkait kehamilan.
Dengan mengurangi tingkat kehamilan yang tidak diinginkan, kontrasepsi juga berperan untuk menekan angka aborsi yang tidak aman dan mengurangi penularan HIV dari ibu terhadap bayinya yang baru saja dilahirkan.
Dikutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (9/5/2023), menurut perkiraan WHO pada 2017, 214 juta wanita usia subur di negara berkembang memiliki kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi.
Baca juga: Kenali Gejala Endometriosis, Penyakit Reproduksi yang Sebabkan Nyeri Hebat saat Haid
Ada sederet alasan yang menjadi penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan kontrasepsi itu.
Mulai dari terbatasnya akses ke kontrasepsi, pilihan metode yang terbatas, ketakutan atau pengalaman efek samping, budaya atau agama, hingga buruknya kualitas layanan yang tersedia dan hambatan berbasis gender.
Di Indonesia, penting bagi wanita untuk mengenal lebih lanjut mengenai kesehatan reproduksi mereka melalui pemberian pemahaman tentang perencanaan keluarga.
Satu di antaranya yakni edukasi terkait cara menggunakan kontrasepsi modern melalui program Bicara Kontrasepsi.
Program ini memberikan pemahaman mengenai pentingnya kesehatan wanita dan pemilihan metode kontrasepsi yang tepat.
Hal itu agar para wanita Indonesia secara sadar dapat membuat keputusan untuk kesehatan dan hidupnya.
Memilih metode kontrasepsi yang tepat diyakini dapat menjamin kesehatan wanita usia produktif, sehingga nantinya mampu melahirkan anak yang sehat serta menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Data dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Ditjen Kesmas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa terdapat 7.389 kematian ibu di Indonesia pada 2021.
Angka ini melonjak 56,69 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 4.627 jiwa.
Sementara itu aspek lainnya yakni pengaturan jarak kehamilan, turut menentukan kualitas pemenuhan nutrisi pada si ibu dan calon bayi.
Oleh karena itu, program KB memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting.
Saat ini dunia kesehatan juga semakin mengembangkan inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup para wanita Indonesia.
Prevalensi wanita Indonesia yang telah menikah, dalam menggunakan kontrasepsi terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Pada 2018, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencatat 61,2 persen wanita Indonesia yang telah menikah turut menggunakan kontrasepsi.
Kemudian angka tersebut meningkat menjadi 62,2 persen pada 2022 dan diprediksi terus naik hingga 64,4 persen pada 2030.
Bayer Pharmaceutical - Head of Medical Dept, Dr. Dewi Mukiatin Santoso mengatakan bahwa meningkatnya penggunaan kontrasepsi menunjukkan masyarakat yang kian sadar terhadap pentingnya perencanaan keluarga.
Peningkatan kesadaran turut didukung pula kemajuan penelitian dan teknologi, sehingga mendorong munculnya metode kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung drospirenon.
"Inovasi pil kontrasepsi kombinasi yang efektif mencegah kehamilan, nyaman bagi tubuh sekaligus dapat meningkatkan kualitas hidup penggunanya. Pil kontrasepsi juga terbukti dapat menurunkan risiko kanker endometrium," kata Dr. Dewi, dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Drospirenon merupakan progestin sintetik yang digunakan untuk kontrasepsi oral.
Fungsinya adalah untuk mengentalkan cairan pada leher rahim, sehingga sperma sulit masuk ke dalam rahim serta membuat rahim tidak bisa mendukung proses pembuahan.
Penelitian juga menyebutkan bahwa hormon ini mampu menekan risiko kanker rahim hingga 50 persen.
Dr. Dewi menuturkan bahwa upaya pengendalian kelahiran kerap membuat wanita kehilangan kuasa atas tubuhnya sendiri.
Padahal penting bagi wanita untuk memiliki pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan berbagai pilihan metode kontrasepsi.
Hal itu tentunya akan mendorong terwujudnya kesetaraan gender, di mana wanita diberikan ruang untuk ikut andil dalam perencanaan keluarga.