Menyoal Pasal Produk Tembakau di RUU Kesehatan, Tepatkah Dikategorikan Sama dengan Zat Narkotika?
Yahya Zaini menyarankan adanya aturan terpisah untuk zat narkotika dan tembakau, termasuk rokok elektrik sebagai salah satu produk turunannya.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasiolan Eko P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Kesehatan menimbulkan perdebatan publik, satu di antaranya pada pasal penyamaan zat narkotika dengan produk tembakau dalam satu kategori.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Muhammad Yahya Zaini menyarankan adanya aturan terpisah untuk zat narkotika dan tembakau, termasuk rokok elektrik sebagai salah satu produk turunannya.
“Memang di dalam RUU disebutkan termasuk hasil produk turunan dari tembakau adalah rokok elektrik, dikategorikan sebagai bahan berbahaya. Nanti akan kita pisah secara lebih rinci. Kalau induknya produk tembakau dihilangkan dari RUU, rokok elektrik akan ikut. Dan memang pengaturannya harus berbeda, karena memang risikonya lebih kecil,” ujar Yahya dalam diskusi bertajuk RUU Kesehatan dan Masa Depan Produk Tembakau baru-baru ini, dikutip Kamis (11/5/2023).
Menyambung hal tersebut, Yahya juga menjelaskan bahwa industri tembakau telah menjadi bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Indonesia selama lebih dari seratus tahun.
Tidak hanya dari sisi penerimaan negara tetapi sektor tembakau juga berdampak positif lantaran menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia.
Baca juga: Yahya Zaini Apresiasi Pemerintah Atas Pengangkatan PLKB Non ASN menjadi ASN
“Karena industri ini sangat membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” kata Yahya.
Sejalan dengan Yahya Zaini, Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa kebijakan ini akan membawa dampak negatif pada sektor tembakau yang setiap hari terus bertumbuh dan berkontribusi bagi Indonesia.
"Dalam sebuah kebijakan dan regulasi, perlindungan adalah merupakan keutamaan dan seharusnya pemerintah memberikan perlindungan terhadap sektor tembakau lainnya (rokok elektrik, tembakau dipanaskan, tembakau kunyah, dst) agar sektor yang sudah terbukti ini dapat tumbuh dan berkembang," kata Trubus pada diskusi yang sama.
Perlunya Regulasi Berbasis Risiko untuk Produk Tembakau
Dalam aturan RUU Omnibus Kesehatan, penyamaan zat narkotika dengan produk tembakau juga menyasar produk turunan seperti rokok elektrik.
Sebagaimana diketahui, rokok elektrik merupakan industri yang terbilang baru di Indonesia.
Walau demikian, beberapa penelitian, seperti Public Health UK, menilai bahwa produk ini 95 persen lebih rendah risiko dari rokok konvensional, hal tersebut dikarenakan proses pemanasan uap pada rokok elektrik mengandung zat kimia yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar.
Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Aryo Andrianto melihat riset serupa di Indonesia masih sangat minim.
“Masalahnya kita belum ada kajian-kajian resmi dari Indonesia, padahal kalau di luar negeri, seperti UK dan New Zealand, sudah banyak yang membuktikan ini memang lebih baik (rendah risiko) dan didukung sama pemerintahnya. Ini (produk tembakau alternatif) sudah dijadikan alat untuk switching di sana. Kita juga harusnya dapat dukungan dari pemerintah,” kata Aryo.
Dalam acara yang sama, Trubus sependapat dengan Aryo.
Trubus bersama rekan-rekan dari Universitas Trisakti pernah melakukan penelitian mengenai rokok elektrik dan menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memang lebih rendah risiko.
Namun hal ini perlu diperkuat oleh lebih banyak bukti ilmiah.
Dalam hal ini peran industri dan pemerintah diperlukan untuk mendorong lebih banyak riset-riset ilmiah. (*/)