Inovasi Baru untuk Mengatasi 700 Ribu Pasien Gangguan Penglihatan di Indonesia
Di Indonesia, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hampir 2,2 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan penglihatan dan kurangnya akses terhadap layanan perawatan mata sederhana, setidaknya setengah dari kondisi mereka belum ditangani atau belum dapat dicegah.
Beban gangguan penglihatan semakin meningkat, dan kerugian langsungnya diperkirakan mencapai $2,8 triliun pada tahun 2022.
Retinopati diabetik dan neovascular age-related macular degeneration (nAMD) menjadi dua penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan.
Baca juga: Cegah Kebutaan, Penderita Diabetes Diimbau Skrining Dini untuk Penanganan yang Tepat
Retinopati diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi diabetes melitus, di mana kadar gula yang tinggi pada akhirnya mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif terhadap cahaya.
Kondisi ini dapat diderita oleh siapapun yang menderita diabetes tipe 1 maupun 2, terutama mereka yang gula darahnya tidak terkontrol dan telah menderita diabetes dalam jangka waktu yang lama.
Retinopati diabetik dan neovascular age-related macular degeneration (nAMD) mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja, terlibat secara sosial dan hidup mandiri, sehingga menyebabkan depresi dan kecemasan.
Hal ini juga meningkatkan tekanan pada sistem kesehatan dan memberikan beban besar pada perawat.
Di Indonesia, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan, di antaranya sekitar 700 ribu pasien yang terdampak oleh nAMD dan DME.
"Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr Eva Susanti saat peluncuran injeksi mata faricimab untuk pengobatan neovascular age-related macular degeneration (nAMD) dan diabetic macular edema (DME).
Selain itu, kata dia, faktor degeneratif dan penyakit kronis juga merupakan risiko terjadinya penyakit mata lainnya seperti age-related macular degeneration (AMD) dan diabetic macular edema (DME).
Baca juga: Kronologi Aipda Rully Alami Kebutaan, Mata Tak Beres saat Pernikahan, Kini Hidup dalam Keterbatasan
“Dampak gangguan penglihatan terhadap kualitas hidup dan produktivitas individu tidak dapat dianggap enteng,” kata Eva.
Presiden Direktur Roche Indonesia, Dr Ait-Allah Mejri mengatakan, kehadiran Faricimab sebagai pengobatan pertama untuk nAMD dan DME di Indonesia yang bekerja dengan menargetkan VEGF-A dan Ang-2, dua penyebab utama ketidakstabilan pembuluh darah yang terkait dengan kondisi retina yang mengancam penglihatan.
"Injeksi mata ini dirancang menghambat jalur yang melibatkan Ang-2 dan VEGF-A yang diperkirakan berkontribusi terhadap kehilangan penglihatan dengan mengganggu kestabilan pembuluh darah, yang dapat menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru yang bocor dan meningkatkan peradangan," kata Ait-Allah Mejri.
Dokter Spesialis Mata Konsultan Vitreoretina dan Direktur Layanan Vitreoretina, JEC Eye Hospitals & Clinics, Dr. dr. Elvioza, SpM(K) mengetakan, menggabungkan VEGF dan Ang-2 adalah secercah harapan bagi pasien.
Baca juga: Siswi SD di Gresik Alami Kebutaan Diduga Dicolok Kakak Kelas, Keluarga Korban Dapat Intimidasi
Menggabungkan dua inhibitor dalam satu suntikan membuka jalan baru bagi pengobatan penyakit mata apalagi faricimab menawarkan daya tahan yang lebih lama, yang berarti lebih sedikit suntikan bagi pasien.
"Terobosan ini memungkinkan pasien mendapatkan suntikan dengan selang waktu 4 bulan setelah tahun pertama, dibandingkan suntikan yang harus diberikan setiap sebulan sekali pada terapi yang sudah ada," katanya.